Layanan Ini Gabungan 3 Teknologi, Ada Unsur Intelijen

JAKARTA, Titik Kumpul – Laporan Lanskap Ancaman Siber Wilayah ASEAN 2024 menyebutkan ada empat wilayah yang menjadi sasaran utama serangan siber di Indonesia.

Yang pertama menyangkut pemerintah dan lembaga penegak hukum, berupa serangan terhadap situs pemerintah dan kebocoran data dari lembaga negara.

Yang kedua adalah sektor pendidikan, dimana institusi pendidikan diserang dan data pribadi siswa dan staf pengajar dipertukarkan.

Yang ketiga adalah keuangan, dimana serangan terhadap lembaga perbankan dan layanan keuangan lainnya untuk mendapatkan data keuangan kemudian dijual di web gelap.

Di urutan keempat atau terakhir adalah jasa profesional seperti firma hukum, akuntan dan keuangan, dimana serangan ransomware terjadi pada perusahaan untuk mencuri data yang diperoleh dan kemudian menjualnya.

Organisasi atau perusahaan umumnya mengikuti kerangka atau standar keamanan siber yang ada untuk melindungi diri dari berbagai ancaman siber.

Salah satu yang paling umum digunakan adalah kerangka NIST (Institut Standar dan Teknologi Nasional di Departemen Perdagangan AS).

Kerangka NIST membantu organisasi dari semua ukuran untuk lebih memahami, mengelola, dan memitigasi risiko keamanan siber serta melindungi jaringan dan data mereka.

“Kami memiliki layanan keamanan terkelola yang komprehensif untuk membantu organisasi melindungi dari serangan siber dengan mengadopsi pendekatan kerangka kerja NIST,” kata Ahmed Hartono, Presiden Direktur DigiServ.

Layanan keamanan terkelola diklaim dapat membantu pelaku usaha melindungi bisnisnya dengan menggabungkan teknologi keamanan, intelijen, dan analisis data.

Ia kemudian mencontohkan: Digiserve menawarkan layanan terkelola firewall generasi berikutnya dan layanan keamanan titik akhir untuk membantu perusahaan melindungi asetnya.

Selain itu, Digiserve juga menyediakan layanan intelijen ancaman dan Pusat Operasi Keamanan (SOC) untuk mendeteksi serangan dunia maya dan merespons insiden.

“Dalam hal ini, kami memberikan layanan software-as-a-service (SaaS) kepada pelanggan kami untuk mendeteksi serangan siber terhadap aset mereka dan meresponsnya dengan orang dan proses dari tim SOC Digiserve,” jelas Hartono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *