Jakarta, Wiwa – Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar terhadap pencarian kerja Gen-Z. Kendala sosial dan perlambatan ekonomi membuat mereka sulit mendapatkan pengalaman kerja.
Persaingan ketat dan ekspektasi perusahaan tinggi. Ini adalah masalah serius yang mempengaruhi masa depan mereka dan perekonomian secara keseluruhan. Diperlukan solusi komprehensif untuk mengatasi hal tersebut.
Artikel ini membahas langkah-langkah yang dapat dilakukan Gen-Z dan perusahaan agar Gen-Z dapat lebih mudah memasuki dunia kerja dan sukses dalam kariernya. Mari selami artikel selengkapnya di bawah ini.
Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Ketenagakerjaan Gen-Z Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap masuknya Gen-Z ke dunia kerja.
Kendala sosial dan perlambatan ekonomi telah mengakibatkan hilangnya peluang magang dan kemitraan, serta persaingan yang ketat.
Perusahaan yang mengutamakan pengalaman dan kinerja menjadi lebih selektif dalam merekrut lulusan baru. Akibatnya, Gen-Z akan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi dan ekspektasinya.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi dan perubahan lapangan kerja menjadi tantangan bagi generasi muda ini untuk membangun karier.
Mengubah lanskap bisnis
Forum Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa Gen-Z akan menjadi tenaga kerja andalan pada tahun 2025 dan mempunyai dampak besar terhadap dinamika pasar kerja global.
Seiring dengan perubahan lanskap bisnis, perusahaan lebih memilih untuk mempertahankan karyawan yang berpengalaman, sehingga peluang bagi lulusan baru menjadi terbatas. Selain itu, seiring dengan meningkatnya persyaratan pengalaman untuk unit tingkat pemula, konflik pun muncul.
Hal ini menyulitkan Gen-Z untuk mendapatkan pengalaman kerja pertama mereka, karena perusahaan enggan mempekerjakan mereka tanpa pengalaman sebelumnya, namun sulit bagi mereka untuk mendapatkan pengalaman tanpa kesempatan kerja.
Transformasi digital juga membawa perubahan pada dunia kerja. Keterampilan teknis dan kemampuan beradaptasi dengan cepat diperlukan.
Gen-Z yang berpengalaman di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki keunggulan kompetitif. Namun, bagi mereka yang belum memiliki keterampilan tersebut, persaingannya semakin ketat.
Perusahaan mencari karyawan yang tidak hanya berpengetahuan akademis, namun juga mandiri, kolaboratif, dan cepat menyelesaikan masalah.
Pengaruh psikologis dan sosial yang dialami Gen-Z
Tumbuh di era digital yang penuh ketidakpastian, Gen-Z menghadapi pengaruh psikologis dan sosial yang kompleks. Lihat penjelasan rinci di bawah ini.
1. Stres mental
Gen-Z sedang menghadapi beban emosional yang berat saat ini. Tekanan ekonomi akibat ketidakstabilan ekonomi pascapandemi, ketidakpastian masa depan, dan kuatnya perbandingan sosial di media sosial juga berkontribusi terhadap situasi ini.
Generasi ini merasa tertekan untuk mencapai kesuksesan instan dan merasa tidak mampu dibandingkan rekan-rekannya di media sosial.
2. Keterbatasan keterampilan manusia
Pandemi COVID-19 telah mengubah cara kita berkomunikasi, termasuk dengan Gen-Z. Pembelajaran jarak jauh dan jarak sosial membatasi peluang mereka untuk mengembangkan keterampilan sosial.
Akibatnya, banyak dari mereka yang kurang percaya diri dalam berinteraksi dan berinteraksi dengan orang lain, terutama dalam lingkungan profesional.
3. Ketidakpuasan terhadap pekerjaan
Data Robert Half menunjukkan bahwa Generasi Z sering berganti pekerjaan, dan angka ini akan mencapai 60% pada usia 18-25 tahun pada tahun 2023. Sejumlah alasan dapat dikaitkan dengan ketidakpuasan ini.
Pertama, mungkin sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi Anda karena ketatnya persaingan dan persyaratan perusahaan untuk pengalaman kerja.
Kedua, ekspektasi Generasi Z terhadap pekerjaan yang memiliki makna dan tujuan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di dunia kerja. Ketiga, lingkungan kerja yang tidak mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan juga dapat menjadi motivasi.
Kesalahpahaman Stereotip Gen-Z
Forum Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa Gen-Z akan mendominasi angkatan kerja pada tahun 2025, sehingga mempengaruhi dinamika pasar kerja global.
Namun di balik potensi besar tersebut, masyarakat mempunyai pandangan berbeda terhadap Gen-Z sehingga terjebak dalam berbagai stereotip. Mari kita bahas lebih lanjut stereotip yang sering dikaitkan dengan Gen-Z.
1. Generasi yang Berhak
Gen-Z merupakan generasi yang merasa berhak atas segalanya tanpa banyak usaha.
Asumsi ini seringkali didorong oleh gaya hidup mewah di media sosial dan perubahan lanskap kerja yang membutuhkan fleksibilitas ekstrem.
Namun anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Gen-Z tumbuh dalam lingkungan yang sangat kompetitif dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Mereka sangat mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi.
Daripada melihat mereka sebagai generasi yang hancur, lebih tepat melihat mereka sebagai generasi yang memiliki harapan besar untuk hidup normal dan berkarir di era modern.
Penting untuk dipahami bahwa setiap orang, termasuk anggota Gen-Z, memiliki karakteristik yang unik dan kompleks.
2. Kurangnya soft skill
Stereotip Gen-Z yang kurang memiliki keterampilan sosial sering kali meyakini bahwa ketergantungan mereka pada teknologi menghalangi kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara tatap muka.
Tentu saja Gen-Z telah tumbuh di era digital dan menuntut kemampuan beradaptasi dan kolaborasi.
Meskipun benar bahwa sebagian orang perlu mengembangkan lebih banyak keterampilan sosial, generasi ini mempunyai potensi besar untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Faktanya, teknologi dan kemampuan beradaptasi mereka dapat menjadi aset berharga di dunia kerja yang semakin kompleks.
Solusi dan saran
Mengingat tantangan yang dihadapi Gen-Z dalam memasuki dunia kerja, beberapa langkah positif dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan peluang karir, antara lain:
1. Langkah penting yang harus dilakukan Gen Z adalah terus mengembangkan diri dengan meningkatkan keterampilan teknis yang relevan dengan bidang studinya, serta mengembangkan soft skill seperti komunikasi, kerja sama tim, dan pemecahan masalah.
Selain itu, membangun jaringan profesional juga penting. Platform seperti LinkedIn dapat menjadi jembatan untuk terhubung dengan para profesional di industri yang Anda minati, menemukan mentor, dan mendapatkan informasi terkini tentang lowongan pekerjaan.
2. Agar perusahaan dapat memaksimalkan potensi Gen-Z, perusahaan harus menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam pengembangan profesional karyawan.
Dengan menciptakan program pelatihan yang relevan, pendampingan yang efektif, dan peluang untuk melaksanakan proyek yang menantang, perusahaan tidak hanya meningkatkan keterampilan karyawan, namun juga meningkatkan loyalitas.
Selain itu, membangun budaya perusahaan yang positif, inklusif, dan mendorong pertumbuhan akan mendorong karyawan untuk dihargai dan memberikan kontribusi terbaiknya.
Dengan cara ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan menarik bagi generasi muda yang berpotensi.
Dunia kerja terus berubah dengan cepat. Lahir di era digital, Gen-Z memiliki keterampilan dan perspektif unik untuk menghadapi tantangan masa depan.
Dengan mempersiapkan diri dengan baik dan memanfaatkan peluang yang ada, mereka dapat menjadi pemimpin yang inovatif dan membawa perubahan positif bagi dunia. Mari kita dukung generasi muda ini untuk mencapai potensi maksimalnya.