Lekas Pulih dari COVID-19, Indonesia Sukses Lalui Pandemi Mencekam

JAKARTA, VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia selama dua periode. Jokowi pertama kali dilantik pada 20 Oktober 2014 dengan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden dan masa jabatannya berakhir pada tahun 2019. 

Ia terpilih menjadi presiden untuk kedua kalinya dan melanjutkan kepemimpinannya pada tahun 2019 hingga 2024 dengan Maruf Amin sebagai wakil presiden. Masa jabatan Jokowi dan Maruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden akan berakhir pada Minggu, 20 Oktober 2024. 

Selama sepuluh tahun menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, ia mengalami banyak tantangan. Salah satunya adalah pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada akhir tahun 2019. Seperti diketahui, Indonesia dihadapkan pada pandemi COVID-19 tepatnya pada Maret 2020, beberapa bulan setelah masa jabatan keduanya sebagai presiden. Perjalanan awal COVID-19

Indonesia mengumumkan kasus pertama COVID-19 pada awal Maret 2020. Kasus ini menyangkut seorang warga negara Jepang yang tinggal di Malaysia yang sedang berkunjung ke Indonesia. Seorang warga negara Jepang ditemukan positif mengidap virus COVID-19. 

“Tim Indonesia langsung menemukan orang Jepang ini di Indonesia, mengunjunginya, bertemu dengan siapa. Kita cari, ketemu, selidiki dan tadi pagi saya mendapat laporan dari Menteri Kesehatan (Menkes Terawan) bahwa ibu dan putrinya ini positif,” kata Jokowi pada Maret 2020 lalu.

Jokowi sendiri belum membeberkan identitas ibu dan anak terkonfirmasi positif COVID-19 tersebut. Pasien-pasien ini kemudian diberi label sebagai Pasien 01 dan Pasien 02.

Tak lama kemudian, Menteri Kesehatan saat itu Terawan Agus mengumumkan dua pasien terkonfirmasi COVID-19 pertama adalah warga Depok, Jawa Barat. Dari informasi tersebut terungkap pasien 1 adalah Sita Tyasutami dan pasien 2 adalah ibunya Maria Darmaningsih. 

Menteri Kesehatan Terawan menjelaskan, warga negara Jepang yang positif tersebut sempat mengunjungi rumah Sita dan ibunya. Sedangkan pasien pertama Covid-19 tidak mengetahui bahwa dirinya terkonfirmasi positif virus corona. 

Mereka berdua sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Infeksi Sulienti Saroso Jakarta saat hal ini diumumkan. 

Saat itu, pengumuman kasus pertama terkonfirmasi positif virus corona langsung membuat heboh masyarakat. Akibatnya, terjadilah pembelian panik di masyarakat setelah pengumuman tersebut. Harga masker dan hand sanitizer yang menjadi garda terdepan dalam membendung virus meroket dan menjadi langka.

Bahkan di Pasar Pramuka, harga 1 kotak masker bisa mencapai Rp 500.000. Sedangkan harga hand sanitizer berukuran kecil di sana bisa mencapai Rp 50.000. Masker dan hand sanitizer juga sudah terjual habis di pasaran karena meningkatnya permintaan di masyarakat.

Pada 10 Maret 2020, masyarakat dihebohkan dengan ditemukannya kematian pertama akibat virus Corona. Mendiang Achmad Urianto yang saat itu menjabat Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 mengungkapkan, kasus kematian Covid-19 pertama terjadi pada perempuan berusia 53 tahun. 

Pasien dengan nomor 25 adalah orang asing. Saat itu, pasien tersebut diketahui teridentifikasi sebagai kasus impor, artinya dia tidak tertular virus corona di Indonesia. Kondisi pasien tersebut juga memiliki penyakit penyerta sehingga virus corona bukanlah penyebab utama kematian pasien tersebut. 

Varian delta menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 terutama pada gelombang kedua pada Juni-Juli 2021. Jumlah kasus tertinggi dilaporkan pada 15 Juli 2021 dengan penambahan 56.757 kasus. Sementara itu, kematian juga meningkat dari kurang dari 1.000 menjadi lebih dari 5.000 per hari. Jumlah pasien meninggal tertinggi tercatat pada 27 Juli 2021 yakni 2.069 orang.

Tak hanya itu, Indonesia juga dilanda gelombang ketiga pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron pada akhir tahun 2021. Varian ini memiliki persentase penyebaran yang lebih tinggi dibandingkan varian delta. Namun berbeda dengan varian delta, varian omikron memiliki risiko pengobatan dan kematian yang lebih rendah dibandingkan varian delta.

Menyusul pengumuman kasus pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020, pemerintah melakukan beberapa upaya untuk membendung penambahan kasus COVID-19. Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo juga menandatangani PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka pengendalian cepat COVID-19. 

PP tersebut menjelaskan bahwa PSBB berhak membatasi pergerakan orang dan barang yang hendak masuk atau keluar dari provinsi, kabupaten, atau kota tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 PP Nomor 21 Tahun 2020. 

PP juga menjelaskan tentang libur sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dalam pasal tersebut, kegiatan sekolah dan bekerja juga dilakukan dari rumah.

Dalam PSBB ini, sejumlah pengemudi angkutan juga diwajibkan memakai masker dan selalu menjaga jarak. Jam buka angkutan umum juga dibatasi selama PSBB. Di DKI Jakarta misalnya, penumpang yang menggunakan angkutan umum juga dibatasi hingga 50 persen dari jumlah yang dipersyaratkan. 

Pengendara sepeda motor disarankan membawa satu orang saja. Sedangkan kendaraan roda empat tidak lagi bisa mengangkut lima hingga tujuh penumpang.

Selama PSBB, kendaraan niaga diperbolehkan beroperasi, terutama di sektor logistik atau angkutan barang. Hal ini agar masyarakat tetap bisa mendapatkan pasokan kebutuhan sehari-hari secara normal.

Tak hanya itu, pada tahun 2021 pemerintah juga akan merumuskan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Berbeda dengan PSBB yang hanya diterapkan di wilayah tertentu di Indonesia, PPKM dilaksanakan secara serentak berdasarkan amanat pemerintah pusat.

PPKM pertama kali diterapkan pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021 tepatnya di tujuh provinsi di Pulau Jawa, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.  

Seiring berjalannya waktu dan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah di Indonesia, PPKM terus dilaksanakan mulai dari Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi hingga tingkat nasional. Istilah PPKM mulai muncul setelah yang semula PPKM Jilid Satu, PPKM Jilid Dua berubah dari PPKM Berbasis Mikro menjadi PPKM Darurat. Dari istilah-istilah tersebut, setiap PPKM memiliki beberapa parameter yang dirinci sehingga dapat dijadikan acuan pengendalian wilayah untuk membatasi kegiatan masyarakat.

PPKM yang paling berdampak pada UMKM dan masyarakat kecil adalah PPKM Darurat yang berlaku mulai 3 Juli hingga 25 Juli 2021 dan bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus terkonfirmasi harian hingga kurang dari 10.000 per hari. 

Saat itu, Menteri Koordinator Perekonomian RI Erlanga Harterto saat rapat peninjauan PPKM wilayah Jawa-Bali, mulai 11 Oktober 2021, mengatakan jumlah kasus Covid-19 sudah menurun. Berdasarkan hasil evaluasi PPKM, terlihat tingkat keberhasilan pengendalian kasus di Indonesia sangat baik. 

Berdasarkan data Johns Hopkins University, kasus terkonfirmasi harian di Indonesia adalah 4,60 kasus per 1 juta penduduk, jauh lebih rendah (lebih baik) dibandingkan negara lain seperti Singapura (541,9 kasus), Inggris (525,3 kasus), Malaysia (277,7 kasus). ). kasus) dan Filipina (95,55 kasus) per 1 juta penduduk.

Status Recovery Rate (RR), Case Fatality Rate (CFR) dan Kasus Aktif (menurun sejak 9 Agustus mulai diterapkan) jumlah kasus Covid-19 per pulau (grup provinsi). PPKM Darurat/Level 4), hasil asesmen pada tanggal 10 Oktober 2021 sebagai berikut:

1. Sumatera : RR = 95,55 persen dan CFR = 3,56 persen dengan penurunan sebesar -94,10 persen. 2. Nusa Tenggara: RR = 96,99 persen dan CFR = 2,34 persen – dengan penurunan sebesar 95,26 persen. 3. Kalimantan: RR = 95,90 persen dan CFR = 3,16 persen – ​​dengan penurunan sebesar 93,18 persen. 4. Sulawesi : RR = 96,05 persen dan CFR = 2,63 persen –​​dengan penurunan sebesar 90,90 persen. 5. Maluku dan Papua: RR = 95,75 persen dan CFR = 1,75 persen – ​​dengan penurunan sebesar 88,86 persen.

Sedangkan recovery rate (RR) nasional sebesar 96,05 persen dan case fatality rate (CFR) nasional sebesar 3,37 persen, serta persentase penurunan kasus aktif secara nasional sebesar -94,55 persen.

PPKM sendiri berlangsung hingga Desember 2022. Presiden Joko Widodo resmi membatalkan PPKM di seluruh Indonesia pada Jumat, 30 Desember 2022. Pembatalan tersebut didasari oleh kemampuan Indonesia dalam mengendalikan jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air. Per 27 Desember 2022, kasus harian COVID-19 mencapai 1,7 kasus per 1.000.000 penduduk, positivity rate mingguan 3,35 persen, angka rawat inap 4,79 persen, dan angka kematian 2,39 persen.

Semua ini berada di bawah standar WHO; seluruh kabupaten/kota di Indonesia saat ini berstatus PPKM level 1, dimana kemacetan dan pembatasan pergerakan masyarakat berada pada level rendah.

“Setelah mengkaji dan mempertimbangkan perkembangan tersebut selama kurang lebih sepuluh bulan, pemerintah hari ini memutuskan untuk membatalkan PPKM sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Kementerian Dalam Negeri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022,” kata Presiden saat itu. 

Presiden mengumumkan, karena epidemi belum sepenuhnya berakhir dan sebagai antisipasi gelombang baru, maka sesuai dengan status PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) dari Organisasi Kesehatan Dunia, Status Darurat Kesehatan (Keppres 12/11 2020) ) masih dipertahankan. . Organisasi WHO.

Presiden meminta seluruh masyarakat dan pemilih di Tanah Air untuk waspada dan waspada. Ia mengatakan, masyarakat harus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dalam menghadapi ancaman Covid-19.

Masker harus terus dipakai di ruang ramai dan tertutup. Kesadaran akan vaksin terus digalakkan karena akan membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan masyarakat harus lebih mandiri untuk mencegah penularan, mencari gejala dan melakukan upaya untuk mendapatkan vaksinasi, yang mana hal ini jarang terjadi.

Diplomasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri RI di bawah amanah Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjadi salah satu kunci penanggulangan pandemi Covid-19 di Tanah Air. Mengapa tidak? Sejak awal pandemi 2020, Retno dan beberapa menteri Kabinet Eksekutif telah turut serta mengamankan pasokan vaksin COVID-19.

Pada 8 Maret 2021, Indonesia menerima kiriman vaksin COVID-19 sebanyak 1.113.600 juta dosis yang diperoleh melalui rencana kerja sama multilateral. Pengiriman vaksin pertama berdasarkan rencana multilateral atau distribusi vaksin tahap keenam yang dilakukan pemerintah Indonesia, termasuk vaksin Covid-19 dari perusahaan farmasi AstraZeneca.

Vaksin tersebut diperoleh melalui rencana kerja sama multilateral antara pemerintah Indonesia dengan Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), World Health Organization (WHO), UNICEF, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan beberapa pihak internasional lainnya. Fasilitas Akses Global Inisiatif Vaksin Covid-19 (COVAX). 

Pada bulan September 2021, pemerintah juga menerima kembali dukungan untuk vaksin COVID-19 dari pemerintah Amerika Serikat dan Perancis melalui mekanisme pembagian dosis.

Retno menjelaskan, Indonesia telah mendapat dukungan vaksin Pfizer sebanyak 2.632.500 dosis dari pemerintah AS melalui COVAX Facility sejak 19 September. Pengiriman vaksin dilakukan dalam dua tahap: total 877.500 dosis pada 16 September dan 1.755.000 dosis pada 17 September.

Pemerintahan ini akan berlangsung melalui mekanisme pembagian dosis di AS. 4.644.900 merupakan bagian dari bantuan tambahan dosis dari Selanjutnya, penyerahan tahap ketiga sebanyak 1.140.750 dosis pada 19 September, sedangkan tahap keempat sebanyak 871.650 pada 23 September 2021. 

Berdasarkan data kinerja pemerintah tahun 2023 yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP), setidaknya terdapat 516.851.745 juta dosis vaksin dan 137 juta dosis vaksin hasil diplomasi yang digunakan untuk menanggulangi Covid-19. Beberapa vaksin yang digunakan antara lain Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, Novavax, Sputink-V, Janssen, Convidacea, Invac, Indovac. 2 vaksinasi wajib yang berhasil

Proses vaksinasi Covid-19 telah dilakukan pada awal Januari 2021, dan Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima vaksinasi dari Sinovac. Vaksinasi dosis pertama menjadi prioritas bagi 1,3 juta petugas kesehatan dan 17,4 juta pekerja sektor publik. 

Sedangkan vaksinasi putaran kedua diperuntukkan bagi 63,9 juta masyarakat rentan dan 77,4 juta lainnya. Uji coba berlangsung dari April 2021 hingga Maret 2022. 

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sasaran vaksinasi Covid-19 sebanyak 234.666.020 orang yang meliputi tenaga kesehatan, lansia, PNS, masyarakat rentan, serta masyarakat umum usia 12-17 tahun dan 6-11 tahun.

Berdasarkan data tersebut, angka vaksinasi di Indonesia hingga Jumat 27 September 2024 untuk dosis pertama sendiri jauh lebih tinggi, yaitu 203.878.917 atau sekitar 86,88 persen. Sementara untuk vaksinasi dosis kedua, yang dilaporkan baru sebanyak 174.982.453 dosis atau sekitar 74,57 persen. Sedangkan untuk vaksinasi booster pertama (vaksinasi dosis 3) sebanyak 71.019.383.383 dosis atau sekitar 39,12 persen. Sedangkan yang terdaftar untuk vaksinasi booster kedua (vaksinasi dosis 4) hanya 3.684.036 orang atau sekitar 2,03 persen. Kebijakan rehat gas dari Jokowi

Dalam publikasi capaian kinerja tahun 2023 yang dirilis KSP, Presiden Joko Widodo disebut berhasil mengendalikan krisis COVID-19 melalui kebijakan-kebijakannya. Ia diketahui menerapkan pendekatan ‘gas break’ untuk menangani krisis COVID-19 di Indonesia sejak Maret 2020. Penerapan Djokvi memiliki tiga pendorong utama dalam menghadapi krisis Covid-19. Yang pertama adalah insentif ekonomi yang menjamin masyarakat tidak kehilangan pekerjaan. Kedua, jaminan sosial tidak kekurangan pemberian bantuan sosial. Ketiga, layanan kesehatan harus mengurangi jumlah korban.  Indonesia merupakan negara yang cepat pulih dari Covid-19

Pada awal tahun 2023, Presiden Jokowi memaparkan berbagai langkah sukses yang dilakukan dalam mengatasi pandemi Covid-19. Dalam keterangannya di Sekretariat Kabinet RI, Presiden menjelaskan langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah menerapkan manajemen makro dan mikro yang efektif agar semua pihak turut serta dalam menanggulangi wabah Covid-19.

Presiden mengatakan Indonesia dan semua negara belum memiliki pengalaman dalam mengatasi epidemi tersebut. Presiden mengatakan, ketika sebagian besar menteri mengusulkan lockdown, ada hal lain yang ada dalam pikirannya.

“Hitungan saya 2 atau 3 minggu lagi masyarakat tidak punya kesempatan mencari nafkah sekecil apapun, semuanya dimatikan, negara tidak bisa membantu masyarakat, apa yang terjadi? Rakyat pasti akan badai memutuskan pada saat itu untuk tidak menerapkan lockdown.

Langkah kedua adalah koordinasi dan kerja sama yang baik antara pemerintah, pemerintah daerah, serta TNI dan Polri. Hal ini terlihat dari jumlah vaksin COVID-19 yang disuntikkan ke masyarakat yang mencapai 448 juta suntikan.

Langkah ketiga adalah melakukan ‘manajemen gas dan istirahat’ untuk mencapai keseimbangan di sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi. Presiden mengatakan langkah ini tidak mudah.

“Karena perhitungannya sedikit salah, perekonomian akan terpuruk. Namun jika gasnya terlalu kuat, epidemi bisa meningkat. Hal yang sama juga kita lakukan untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan dan perekonomian, yang memberikan tekanan pada seluruh pengelolaan negara. katanya.

Langkah keempat: Pemerintah mengambil keputusan dan bekerja cepat dalam menangani wabah Covid-19.

“Kita harus mengambil keputusan dan bekerja cepat, ini tidak mudah. ​​Tidak mudah bertindak cepat sesuai data industri saat ini,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *