Titik Kumpul – Nama prajurit TNI ini adalah Sersan Mayor Abdul Rahman Sole yang saat ini bertugas di Komando Daerah Militer (Kodam) XIV / Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Serka Abdul Rahman Soleh menjadi prajurit TNI sejak tahun 1997, menjadi prajurit melalui Calon Pendidik Sekolah Tamtama angkatan 1 dan menjadi bintara setelah mengikuti Pendidikan Secaba Reg pada tahun 2009.
Meski aktif wajib militer, Serka Abdul Rahman Sole bisa mengenyam pendidikan umum. Beliau juga menyandang dua gelar di bidang hukum, yaitu Sarjana Hukum (SH) dan Magister Hukum (MH). Selain itu, ia juga mengikuti Pendidikan Khusus Keterampilan Konseling (PKPA).
Berkat dua gelar sarjana hukum yang diperolehnya dari Universitas 45 dan Universitas Muslim Indonesia serta ijazah hukum yang dimilikinya, Serka Abdul Rahman Sole akhirnya dipercaya sebagai salah satu pemegang hukum Kodam untuk menangani urusan hukum yang melibatkan TNI.
Nah, pada edisi 30 September 2014 kali ini, Titik Kumpul Military akan mengangkat kisah Serka Abdul Rahman Soleh S.H., M.H. Saat ia berjuang lewat hukum untuk menyelamatkan aset pemerintahan TNI senilai ratusan miliar.
Kasus pertama yang saya tangani selama di Kodam terjadi pada tahun 2005, saat itu saya baru saja lulus dan langsung mengambil tindakan, kata Serka Abdul Rahman Sole, dikutip dalam podcast Kodam Hasanuddin.
Kasus pertama yang dia dan kuasa hukum Kodam Hasanuddin adalah persidangan di beberapa situs resmi di beberapa tempat di Makassar, mulai dari kandang di Jalan Senderawasih di Buntu Torpedo. Meski menghadapi tuntutan yang kuat, Alhamdulillah semua perkara memenangkan tahap PK.
Setelah menyimpan aset berupa aset rumah dinas, 8 tahun kemudian. Serka Abdul Rahman dan tim Kumdam harus menghadapi masalah yang lebih sulit. Dan lagi mengenai aset militer.
Sehingga pada tahun 2013, ia harus diadili di kantor Detasemen Polisi Militer (DENPOM) Makassar yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman.
Penggugat tidak main-main, dalam persidangannya tidak hanya Denpom yang didakwa, tapi juga para pemimpin penting militer dan negara. Mulai dari Komandan Denpom, Komandan Direktorat Wilayah, hingga Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia (KSAD).
“Ada yang mengklaim kantor Denfum dan tanah itu miliknya. Ini persoalan sulit karena bukti Zeni Kudam yang mereka miliki hanyalah bukti sewa,” kata Serka Abdul Rahman Sula.
Terakhir, tim memutar otak dalam simulasi perang dan mencari bukti bahwa mereka bisa memenangkan perang dalam prosesnya. Ya, lahan Denpom sepanjang 2.300 meter itu diperoleh dengan cara disewakan kepada pemerintah daerah.
“Barat kanan pertama tapi tidak diperpanjang, yang tadinya dikuasai Belanda. Nah, sesuai ketentuan konversi 84, kalau barat kanan pertama tidak diperpanjang maka daerah akan dikuasai pemerintah,” ujarnya. Serka Abdul Rahman Man.
Pada akhirnya, setelah bukti kuat, kantor Denpom akhirnya memenangkan persidangan. Tempatnya mudah kontroversial karena berada di kawasan yang harga tanah dan NJOPnya sangat menarik di Makassar. “NJOP terendahnya 15 juta per meter,” kata Serka Abdul Rahman Sole.
Selain itu, Serka Abdul Rahman juga menghadapi gugatan terkait tanah pusat Koramil 01 yang unik karena pelapornya adalah istri mantan Komandan Koramil. Tak kalah serunya, karena aksinya sampai ke tingkat Menteri Pertahanan. Namun berhasil dimenangkan untuk mengamankan barang milik negara dari tangan penggugat.
Yang tak kalah menariknya adalah saat Serka Abdul Rahman Sole menghadapi gugatan atas tanah kediaman di Pampang. Kekuatan penggugat menang pada tingkat banding dan kasasi. Bahkan dunia akan segera hancur.
“Kami kalah banding, kami periksa berkasnya, kami periksa berkasnya di pengadilan, satu surat tidak diberikan, kami berikan Novum, akhirnya di posisi PC kami menang. Yang ditegaskan musuh, BPN batal, kami menangkan PTUN. , katanya.
Hal serupa juga terjadi di tempat latihan perang Kodiklatpur di Bone. Lahan seluas 3 hektar akan segera dilaksanakan. Dan ternyata tim kuasa hukum yang disewa Cerca Abdul Rahman Sole mengetahui ada permainan dalam prosesnya.
“Kami ingin mati padahal dalam putusannya tidak ada perintah eksekusi, kenapa kami mau mengeksekusinya sebelum kami berhasil ke pihak penggugat, dan lagi pula kami tidak pernah terlibat di pengadilan, alhamdulillah ini adalah kasus. Jarang terjadi, kita mulai berantem dan diterima, pihak lain jarang menang, “Mungkin hakim akan melihatnya sebagai aset pemerintah,” ujarnya.
Dan kini Serka Abdul Rehman Sula memperjuangkan pusat Kodam Hasnuddin yang digugat.
“Tanah Makodam seluas 18 ribu meter itu masih dalam undang-undang. Kami kalah undang-undang pertama di tingkat PC.
Baca: Disambut Polwan Cantik di Pinggir Jalan, Ratusan Warga Serbu Rumah Dinas Panglima TNI di Purwakarta.