JAKARTA, WIWA – Fenomena kendaraan tanpa pelat nomor masih terlihat hingga saat ini, sebagian besar kasusnya adalah sepeda motor yang berkeliaran di jalanan. Tentu saja hal ini melanggar peraturan lalu lintas dan dapat dikenakan sanksi denda.
Tidak adanya plat nomor di bagian belakang, hal ini biasa dilakukan pemilik sepeda motor karena berbagai alasan. Mulai dari perpindahan, getaran pelat, pecahnya dudukan atau upaya melindungi privasi tiket elektronik.
Dengan kondisi ini, jika terjadi sesuatu di jalan raya, tentu saja Anda tidak akan bisa mengenali sepeda motor tersebut. Terlihat dalam unggahan Instagram @eldami.e, beberapa sepeda motor sudah dilepas pelat nomor belakangnya.
Netizen juga mengomentari fenomena tersebut, dan beberapa orang meyakini hal itu mengarah pada aktivitas kriminal. Ada juga yang mempertahankannya karena plat nomornya jatuh, sehingga tidak dipasang kembali karena takut hilang.
Peluang: Sepeda motor yang kreditnya macet, takut akan pengembalian uang sewa, sepeda motor palsu/curian, sepeda motor yang digunakan untuk kejahatan seperti pencurian dan perampokan, sepeda motor yang macet sering digunakan untuk pelanggaran lalu lintas. Sepeda motor, sepeda motor yang tidak pernah membayar pajak, pilih saja, sebenarnya , tidak ada satupun yang benar,” tulis warganet.
“Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa panel belakang tidak ada, sering hanya jatuh di satu sisi, hilang dan tidak pas dipasang kembali karena sayangnya tidak ada panel belakang,” tulis salah satu akun di kolom komentar. menulis
Peraturan
Perlu diketahui, penggunaan pelat nomor atau TNKB diatur secara resmi. Perubahan, modifikasi atau tidak digunakannya TNKB juga merupakan pelanggaran peraturan lalu lintas.
Secara aturan, TNKB juga harus dipasang dari dua sisi, yakni depan dan belakang. Selain itu, plat nomor merupakan bukti sahnya kendaraan tersebut terdaftar atau terdaftar pada polisi (sanmat).
Sanksi bagi yang tidak memasang pelat nomor diatur dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggar dapat menghadapi hukuman pidana hingga dua bulan penjara atau denda hingga 500.000 rupiah.