Marak Orangtua Lakukan Kekerasan ke Anak, Psikolog Beberkan Penyebabnya

VIVA Parenting – Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. Sebut saja kasus kekerasan seksual yang dialami seorang ibu berusia 22 tahun berinisial R di Tangerang. 

Wanita tersebut menganiaya anak kandungnya sendiri selama perekaman. Tak hanya itu, publik kembali dihebohkan dengan kabar seorang ibu berusia 53 tahun berinisial MN di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tega mengakhiri hidup anak kandungnya sendiri berinisial EJ (29). . ). Scroll untuk informasi selengkapnya, yuk!

Aksi nekat tersebut kemungkinan besar dilakukan perempuan paruh baya tersebut karena korbannya seorang pengangguran dan kerap mencuri uang pelaku. Lantas, jika dilihat dari sisi psikologis, apa yang menyebabkan orang tua melakukan hal tersebut pada anaknya? 

Psikolog klinis, Meity Arianty mengungkapkan, banyak faktor yang melatarbelakanginya. Namun menurut Meity, dari berbagai penelitian dan dapat ditemukan di ruang praktiknya, hal ini biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, dan psikologis. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami stres, depresi, putus asa ketika mengalami tekanan hidup akhirnya melakukan tindakan kekerasan terhadap dirinya sendiri atau orang lain, ujarnya saat dihubungi VIVA, Senin, 3 Juni 2024.

Lebih lanjut Meity mengungkapkan, dari berbagai faktor di atas, yang paling banyak terjadi adalah karena faktor ekonomi yang sulit. Diakui atau tidak, faktanya kemiskinan di masyarakat semakin meningkat, sehingga ada saja orang tua yang tega menjual anaknya atau memaksa anaknya menjadi pekerja seks komersial (PSK) atau bahkan membunuh anak, karena tidak. tega melihat anak-anaknya kelaparan. 

“Kalau melihat peningkatan kasus kekerasan dan pembunuhan, apakah pemerintah memperhatikan? Saya kira tidak, malah saya membuat kebijakan yang mencekik rakyat. Sebentar lagi semuanya akan naik, bukan hanya pajak, tapi BPJS, lalu kebijakan baru Tapera akan kembali diberlakukan. “Jadi, bukan hanya orang tua yang punya hati terhadap anak-anaknya, tapi pemerintah juga punya hati terhadap warganya,” jelasnya.

Meity mengungkapkan bahwa para orang tua yang mengalami stres karena ekonomi dan akhirnya menyerah, tidak pernah menyangka bahwa kekerasan yang mereka lakukan terhadap anaknya berdampak besar terhadap tumbuh kembang anak, baik secara psikis, fisik, dan mental. 

“Jika anak dididik dengan kekerasan, maka besar kemungkinan di kemudian hari mereka juga akan mendidik anak dengan kekerasan, seperti lingkaran setan,” lanjutnya. 

Dampak lain dari kekerasan fisik terhadap anak, kata Meity, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya menjadi sangat agresif. Dan setelah dia menjadi orang tua, dia akan bersikap kejam terhadap anak-anaknya. 

“Orang tua yang agresif melahirkan anak yang agresif, yang pada gilirannya menjadi orang dewasa yang agresif,” ujarnya.

Meity menjelaskan, berbagai penelitian menunjukkan bahwa hampir semua jenis penyakit mental yang terjadi pada anak berkaitan dengan penganiayaan yang diterima masyarakat saat masih kecil. Kekerasan fisik yang terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama dapat melukai anak secara serius, meninggalkan bekas luka fisik bahkan menimbulkan kematian. 

Selain itu, anak yang sering ditegur orang tuanya, dan terdapat tindakan penyiksaan, akan mengalami gangguan makan seperti bulimia nervosa, gangguan makan, anoreksia, ada pula yang kecanduan alkohol dan obat-obatan, merugikan diri sendiri dan memiliki dorongan yang lebih besar. bunuh diri,” jelasnya.

Meity juga mengingatkan, jika pemerintah tidak serius melihat permasalahan yang terjadi di masyarakat maka cepat atau lambat pemerintah juga akan menanggung akibatnya.

“Jika pemerintah masih tega, maka pemerintah harus melihat bahwa masyarakat kita mempunyai kebutuhan akan kesehatan mental,” pungkas psikolog tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *