Masih Jadi Perdebatan, Apa Bedanya Tornado dan Angin Puting Beliung?

JAKARTA – Rabu, 21 Februari 2024 sore, Kabupaten Bandung dan sebagian Kabupaten Sumidang, Jawa Barat dilanda angin topan dahsyat, merusak banyak bangunan, menumbangkan pohon, dan melukai lebih dari 20 orang. .

Saat badai melanda, banyak warga yang merekam kejadian tersebut dan videonya kemudian viral di media sosial.

Menurut penjelasan ahli meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irma Uhlstein, angin kencang tersebut sebenarnya adalah angin topan.

“Sekarang percaya kalau topan bisa terjadi di Indonesia? KAMAJAYA meramalkan akan terjadi ‘peristiwa ekstrem’ pada 21 Februari 2023,” kata Emma di akun twitter X.

Irma juga mengatakan, durasi angin kencang lebih lama dibandingkan angin topan yang biasa terjadi di Indonesia. Lalu apa perbedaan antara badai dan tornado? Simak informasinya berikut ini: Perbedaan Tornado dan Angin Puyuh

Dilansir dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jumat 23 Februari 2024 menjelaskan, istilah puting beliung di Indonesia digunakan untuk menyebut badai kecil. Tornado dan puting beliung terjadi di darat, namun jika terjadi di perairan seperti lautan atau danau maka peristiwa tersebut disebut dengan “tornado air”.

Badai, angin puting beliung, arus air, dan siklon merupakan fenomena atmosfer yang terjadi dalam bentuk vortisitas. Namun perbedaan utamanya terletak pada ukuran diameternya.

Tornado, lubang runtuhan, dan lubang runtuhan diameternya relatif kecil, biasanya hanya ratusan meter, sedangkan siklon diameternya bisa ratusan kilometer. Kerusakan yang disebabkan oleh tornado dinilai menggunakan skala yang disebut skala Fujita, yang berkisar dari F0 hingga F5.

Menurut Sigit Bayhu Iryanthony yang berjudul “Pengembangan Model Kesiapsiagaan Bencana Badai Bagi Mahasiswa Pendidikan Geografi UNNES” (2015), badai merupakan fenomena angin kencang berputar yang berasal dari awan kumulus atau 464 48 disertai angin kencang. kilometer per jam, dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat.

Fenomena ini dipicu oleh perbedaan tekanan yang sangat besar pada suatu area lokal di bawah atau di sekitar awan kumulonimbus.

Di sisi lain, penelitian Fazal Rafsanjani Sadarang dan rekan-rekannya dalam “Penyebaran Iman di Pulau Jawa” (2018) mengungkapkan, angin puting beliung terbentuk pada musim hujan dan musim hujan, kebanyakan terjadi pada sore hari. Pada malam hari antara pukul 12.00 WIB hingga 18.00 WIB.

Kondisi ini disebabkan oleh posisi matahari yang memberikan panas maksimal pada musim tersebut. Sinar matahari merupakan sumber energi utama yang digunakan untuk proses konveksi yang membentuk awan konvektif kumulonimbus.

Penting untuk diperhatikan bahwa badai di satu tempat tidak akan terulang kembali di tempat yang sama dalam waktu singkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *