Ginanjar Wiro Sasmito (Direktur Eksekutif/Wakil Direktur IV Persatuan Politeknik Swasta Indonesia (Pelita) – Politeknik Harapan Bersama)
Jakarta, Titik Kumpul – Politeknik memiliki sejarah yang erat dengan kebutuhan pengembangan pendidikan vokasi untuk mendukung pertumbuhan industri dan ekonomi nasional. Politeknik berperan penting dalam sistem pendidikan vokasi untuk menyediakan tenaga kerja terampil yang sangat dibutuhkan berbagai sektor industri, terutama untuk memanfaatkan bonus demografi dan memenuhi visi Indonesia Emas 2045.
Seperti halnya lembaga pendidikan lainnya, politeknik juga terdiri dari dua jenis, yaitu politeknik negeri yang diselenggarakan dan dikelola oleh negeri, dan politeknik swasta yang diselenggarakan dan dikelola oleh perseorangan dalam bentuk yayasan atau perkumpulan. Penyelenggaraan politeknik ini di ranah publik dan swasta memiliki tujuan yang sama, yakni memenuhi amanat undang-undang “Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Politeknik swasta di Indonesia seringkali menghadapi berbagai kesulitan dalam menjalankan fungsinya. “Politeknik Swasta harus selalu berjuang lebih keras untuk bisa bertahan dan berkembang, guna memenuhi kewajiban pemerintah untuk ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’.”
Padahal, politeknik swasta mempunyai potensi besar untuk membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama memanfaatkan bonus demografi penduduk Indonesia yang masa puncaknya diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020 hingga 2020. Periode 2035.
Saat ini jumlah politeknik swasta yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 223 perguruan tinggi, menurut data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) per pertengahan Oktober 2024. Jumlah tersebut seolah menjadi kebutuhan untuk mengoptimalkan program pemerintah yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, mengurangi pengangguran bahkan kemiskinan melalui pelatihan vokasi/keterampilan yang diselenggarakan oleh politeknik swasta untuk memenuhi visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini menjadi de facto dengan ditetapkannya Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi sebagai salah satu unit utama (unit tingkat I) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019. . menjadi oase bagi politeknik swasta untuk terus maju dan sejahtera.
Seiring berjalannya waktu, Direktorat Jenderal Keprofesian telah memfasilitasi berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas politeknik swasta; Namun tidak dapat dipungkiri hal ini masih belum bisa secara optimal menyasar seluruh politeknik swasta untuk program tertentu, terutama yang berlokasi di daerah yang transportasinya tidak mudah. pusat kota.
Politeknik khusus ini seringkali menghadapi berbagai tantangan dalam proses operasionalnya yang memerlukan intervensi pemerintah yang lebih besar agar mampu bersaing dan berkontribusi lebih baik. Beberapa tantangan besar yang dihadapi antara lain: Keterbatasan pendanaan: Salah satu kendala terbesar yang dihadapi politeknik swasta adalah keterbatasan pendanaan. Berbeda dengan universitas negeri yang menerima hibah dan bantuan keuangan dari pemerintah, politeknik swasta bergantung pada biaya operasional mahasiswa serta dukungan industri, yang terkadang tidak mencukupi. Padahal, pelatihan vokasi memerlukan investasi yang besar baik dari segi sarana dan prasarana praktek, pabrik pelatihan, workshop dan teknologi terkini yang digunakan di DUDI (Dunia Usaha dan Industri). Sumber Daya Manusia (SDM): Staf pengajar di politeknik swasta seringkali menghadapi tantangan dalam meningkatkan keterampilannya. Selain gelar akademis, guru profesional harus memiliki pengalaman industri praktis dan memiliki sertifikat kualifikasi. Program pemerintah yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kajian Profesi, yang mencakup magang, pelatihan, dan sertifikasi untuk meningkatkan kualitas guru, masih belum memadai. Menyasar sepenuhnya dosen-dosen politeknik swasta. Akibatnya, terkadang sulit untuk mempertahankan guru besar tersebut di politeknik swasta karena terbatasnya dana untuk pengembangan kualifikasi atau akses terhadap insentif kompetitif, karena mereka tidak memenuhi persyaratan kualifikasinya. . Akses kerjasama dengan industri: Hubungan antara politeknik swasta dan dunia industri tidak sekuat yang diharapkan. Meskipun perguruan tinggi negeri lebih mudah menjalin kerjasama strategis dengan industri, politeknik swasta seringkali menghadapi kesulitan dalam mengakses mitra industri besar dalam hal CSR (corporate social responsbility), untuk merujuk lulusannya ke magang, program beasiswa mahasiswa atau untuk mendapatkan hibah penelitian terapan. Stigma terhadap politeknik swasta: Politeknik swasta masih sering dijadikan pilihan terakhir oleh calon mahasiswa baru dan orang tuanya ketika memutuskan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi atau tidak. Banyak masyarakat yang memandang politeknik swasta kurang bergengsi, kurang bergengsi, atau merupakan pilihan kelas atas sehingga menyebabkan menurunnya minat terhadap politeknik swasta. Persaingan penerimaan mahasiswa baru semakin kompetitif: Pasca keluarnya peraturan PTN BH dan PTN BLU, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berlomba-lomba menerima banyak mahasiswa baru dengan membuka berbagai program penerimaan PTN untuk mendanai operasional dan memperkaya kampus. . Universitas juga memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan program pelatihan profesional. Hal ini menimbulkan kesenjangan dan permasalahan bagi politeknik swasta, karena persaingan untuk merekrut mahasiswa baru semakin kompetitif dan sulit; Posisi negosiasi politeknik swasta sangat berbeda dengan PTN atau perguruan tinggi. Alat Akreditasi Pendidikan Profesi: Perlu dilakukan penyesuaian atau pembedaan penilaian penjaminan mutu melalui BAN-PT dibandingkan dengan alat akreditasi khusus pendidikan tinggi profesi, sehingga pendekatannya tidak menggunakan pendekatan akademis, seperti publikasi ilmiah atau publikasi ilmiah di bidangnya. Jurnal Scopus. kewajiban bagi guru besar untuk menyandang gelar doktor (yang tentunya cukup sulit diperoleh bagi pengelola sekolah politeknik swasta).
Untuk memenuhi perannya sebagai penyelenggara pendidikan vokasi, keberlanjutan politeknik swasta harus benar-benar didukung oleh kehadiran dan peran negara. Dukungan pemerintah terhadap politeknik swasta harus melalui berbagai kebijakan yang komprehensif seperti: subsidi atau insentif khusus terutama untuk sarana dan prasarana praktik, fasilitasi kerjasama strategis dengan sektor industri dalam program-program yang bertujuan untuk mencapai CSR (corporate social tanggung jawab), orientasi lulusan terhadap penempatan profesional, beasiswa untuk program mahasiswa atau hibah penelitian terapan.
Politeknik swasta harus mendapatkan manfaat dari akses yang lebih baik terhadap program pendanaan nasional seperti BOPTN dan hibah penelitian terapan. Selain itu, pemerintah harus memperluas cakupan pelatihan dan sertifikasi staf pengajar politeknik swasta, terutama untuk mengembangkan keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan industri, dan juga meninjau perangkat akreditasi pelatihan profesional sehingga mereka dapat menggunakan perangkat tersebut. . pendekatan profesional.
Namun, untuk mengatasi tantangan terbesar yang dihadapi politeknik swasta, kebijakan yang ditunggu-tunggu ini memerlukan dorongan khusus bagi politeknik. Pemerintah perlu melakukan kampanye dan memberikan citra positif terhadap politeknik agar stigma masyarakat terhadap politeknik semakin besar. Lebih baik lagi, seperti ketika pemerintah memberi label sekolah kejuruan sebagai sekolah kejuruan khusus dan sekolah kejuruan besar.
Selain itu, kebijakan mengenai penyelenggaraan program pelatihan profesi di perguruan tinggi akademik serta program penerimaan mahasiswa baru di PTN yang berstatus PTN-BH dan PTN-BLU perlu ditinjau kembali. Negara harus hadir dan melakukan intervensi; Mereka harus mengatur dengan tegas batas maksimal dan batas waktu penerimaan mahasiswa baru PTN, agar tidak terkesan “sembrono” dan lalai di mata perguruan tinggi lain yang pengelolaannya bersumber dari iuran mahasiswa. .
Penciptaan program pendidikan kejuruan dalam skala besar di universitas-universitas juga berarti bahwa tidak ada lagi dikotomi antara pendidikan tinggi akademis dan kejuruan, dengan etos profesional yang sebelumnya melekat pada politeknik kini menjadi bias dan tidak pasti, ceruk pendidikan kejuruan. Calon mahasiswa yang sebelumnya tertarik pada politeknik juga mudah untuk pindah ke universitas akademis yang menawarkan program pelatihan vokasi.
Oleh karena itu, dukungan negara terhadap politeknik swasta masih perlu mendapat perhatian lebih serius. Pemerintahan baru (Prabowo-Gibran) menaruh harapan besar terhadap kemajuan pendidikan vokasi, khususnya memberikan perhatian lebih pada politeknik swasta. Sebab politeknik swasta mempunyai potensi besar untuk bersama-sama mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Kebijakan kesetaraan dan kesetaraan diperlukan agar politeknik swasta dapat berkembang dan berkontribusi terhadap penciptaan tenaga kerja terampil yang siap bersaing di pasar global.
Jika dukungan pemerintah dapat diperoleh dengan dukungan kebijakan yang tepat, maka politeknik swasta dapat menjadi motor penggerak peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan penguatan daya saing tenaga kerja Indonesia, khususnya menyambut visi Indonesia Emas 2045.