JAKARTA – Putri kedua pasangan kondang Ata Halilintar dan Aurel Hermancia, Azura Humaira Nur Ata, baru saja merayakan tradisi Tedak Siten pada Minggu, 7 Juli 2024. Acara adat Jawa ini digelar dalam rangka menyambut usia Azura yang menginjak usia 8 bulan. .
Prosesi Tedak Siten Azura berlangsung khidmat dan dipenuhi suasana adat Jawa yang kental. Azura tampak nyaman dalam pelukan sang ayah, Ata Khalilintar, selama prosesi berlangsung. Acara ini juga dihadiri oleh keluarga besar orang tua Azura.
Momen Tedak Sitten Azura diabadikan dalam beberapa foto dan video yang dibagikan di media sosial.
Foto-foto ini memperlihatkan Azura menggemaskan mengenakan pakaian tradisional Jawa berwarna coklat. Ia pun terlihat bahagia saat bermain dengan berbagai benda yang diletakkan di depannya. Lalu apa yang dimaksud dengan Tedak Siten yang biasa dilakukan oleh orang Jawa?
Tedak Sayten merupakan tradisi tradisional Jawa yang berlangsung pada saat anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tradisi ini dimaksudkan untuk menandai usia ketika anak-anak pertama kali belajar berjalan dan menginjak tanah.
Kata “tedak siten” berasal dari bahasa Jawa yaitu “tedhak” yang berarti pasrah atau pasrah dan “siti” yang berarti tanah. Tedak Siten secara harafiah berarti ‘turun ke bumi’.
Tedhak Siten melambangkan langkah awal seorang anak menuju kemandirian. Menjejakkan kaki diibaratkan seperti mengambil langkah awal dalam perjalanan hidup dan berharap suatu saat anak akan mandiri dan kuat dalam mengatasi rintangan.
Para orang tua memanjatkan doa syukur atas tumbuh kembang dan kesehatan anaknya. Usia tujuh dan delapan bulan dianggap sebagai tonggak penting perkembangan motorik anak dan Tedhak Siten merupakan saat yang tepat untuk merayakan pencapaian tersebut.
Dalam upacara ini, doa dan harapan orang tua disampaikan untuk masa depan cerah sang anak. Berbagai simbol dan ritual dalam Tedhak Siten mengandung makna doa dan harapan agar anak-anak menjadi individu yang sukses, bahagia dan berguna bagi ibu pertiwi dan bangsa: 1. Membersihkan kaki
Membersihkan kaki anak sebelum menginjak tanah melambangkan kesucian hati dan kemauan anak untuk maju dalam kehidupan. Air yang digunakan untuk membersihkan kaki biasanya diambil dari tujuh sumber yang berbeda dan melambangkan tujuh nilai mulia yang harus dimiliki anak, yaitu kebenaran, kebijaksanaan, keberanian, keadilan, kasih sayang, kesabaran dan kemurahan hati. Berjalan di tujuh jalur
Jada yang terbuat dari beras ketan melambangkan rintangan dan kesulitan hidup yang akan dihadapi anak-anak di masa depan. Tujuh warna batu giok melambangkan tujuh tingkat kehidupan, yaitu merah berarti keberanian, putih berarti kesucian, kuning berarti kekayaan, hijau berarti kesuburan, biru berarti ketenangan, ungu berarti kebijaksanaan dan merah muda berarti kasih sayang.3. Naiki tangga Tebu Wulung
Tebu Wulung melambangkan keteguhan hati dan semangat yang tak tergoyahkan. Anak-anak diajak menaiki tujuh anak tangga tebu Wulung yang melambangkan tujuh tahapan kehidupan yang harus diselesaikan dengan penuh semangat dan tekad. Masuk kurungan
Kandang dengan ayam melambangkan dunia yang penuh godaan dan rintangan. Benda-benda di dalam sangkar, seperti mainan, alat musik, dan buku, melambangkan berbagai profesi dan jalan hidup yang dapat dipilih anak di masa depan. Anak bebas memilih benda yang disukainya dan melambangkan cita-cita serta keinginannya di masa depan. Mandi dengan air embun
Air embun yang diminum pada malam hari dipercaya mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri dari kotoran dan kesialan. Memandikan anak dengan air embun melambangkan doa dan harapan agar anak selalu dilimpahkan kesehatan, kesucian dan kebaikan 6. Pemberian Udhik-Udhik
Udhik-udhik adalah uang logam yang dicampur dengan bunga. Udhik-udhik ini dibagikan dan diperebutkan oleh anak-anak yang hadir. Maknanya adalah doa agar anak mendapat makanan yang berlimpah dan selalu ingat untuk membaginya kepada orang lain.7. Kenakan pakaian baru
Pakaian baru tersebut melambangkan harapan agar anak-anak selalu memulai babak baru dalam hidupnya dengan semangat dan optimisme.