Menguak Misteri Kematian Dokter Aulia Risma

Semarang, VIVA – Aulia Risma Lestari, mahasiswi Departemen Kedokteran Klinik (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ditemukan tewas pada 12 Agustus 2024. Seorang dokter muda asal Kota Tegal menemukannya meninggal di dalam dirinya. kelas di Jalan Lempongsari, Kota Semarang.

Banyak penyelidikan di lokasi kecelakaan yang menimbulkan dugaan bahwa mahasiswa anestesiologi tersebut melakukan bunuh diri. Namun pihak keluarga membantah ARL meninggal karena bunuh diri.

Berikut beberapa fakta meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari dilansir Antara, Selasa 20 Agustus 2024:

Tiga luka di lengan kiri

Investigasi awal polisi memastikan bahwa korban ditemukan di kamar tidur yang terkunci. Selain itu, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Namun tiga luka yang ditemukan di punggung tangan kiri korban diduga merupakan luka tusuk.

Di lokasi kejadian, polisi juga menemukan jarum suntik dan botol obat Roculax yang diduga digunakan korban untuk menghilangkan rasa sakit. Berdasarkan informasi yang diperoleh, korban diketahui memiliki riwayat sakit punggung.

Polisi sendiri tidak melakukan pemeriksaan terhadap korban atas permintaan keluarga karena tidak ditemukan bukti kekerasan. Polisi juga belum bisa memastikan apakah penusukan di lengan kiri korban disengaja atau lalai, mengingat korban adalah seorang tenaga medis.

Catatan korban

Dugaan perundungan terhadap korban saat masih mengenyam pendidikan terungkap setelah ditemukan surat kabar di kamar asrama. Sembilan halaman surat kabar tersebut memuat tudingan tentang kehidupan korban yang melawan Tuhan, serta keluh kesah terhadap dugaan kekasihnya, selama ia mengenyam pendidikan.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan surat Direktorat Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tentang penghentian sementara Program Studi Anestesi Rumah Sakit Umum (RSUP) Dr. Kariadi Semarang.

Dalam surat tersebut dijelaskan alasan penghentian sementara perkuliahan terkait dugaan pelecehan yang berujung pada bunuh diri salah satu siswa program tersebut.

Penghentian sementara tersebut dilakukan setelah dilakukan investigasi oleh Kementerian Kesehatan mengenai hal tersebut. Dalam penyelidikannya, Kementerian Kesehatan juga bekerja sama dengan polisi.

Meski demikian, Kementerian Kesehatan belum berencana menutup PPDS Anestasi Universitas Diponegoro secara permanen. Penghentian sementara ini agar penyidikan dapat dilakukan secara cepat, bersih, transparan, dan tanpa ancaman.

Kementerian Kesehatan menilai kasus tersebut tidak bisa dibatalkan karena korban juga bersekolah di RSUP Kariadi Semarang yang merupakan Departemen Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan.

Deskripsi Undip Semarang

Terkait meninggalnya ARL, Undip Semarang memberikan penjelasan dan penjelasan. Undip membantah kematian ARL yang diduga bunuh diri karena penganiayaan.

Humas dan Pelayanan Undip Semarang Utami Setyowati mengatakan, almarhumah memiliki gangguan kesehatan yang mempengaruhi studinya.

Almarhum konon sempat terpikir untuk mengundurkan diri karena masalah tersebut, namun ia memikirkannya dengan hati-hati karena terikat dengan pedoman dan aturan beasiswa.

Undip menyatakan siap berkoordinasi dengan pihak-pihak untuk melanjutkan kasus tersebut.

Departemen Kedokteran Undip juga menyatakan telah menetapkan gelar “Zero Harassment” yang diawasi secara ketat untuk mencegah dan mencegah kekerasan berbasis gender dan mengatur hubungan seksual mulai 1 Agustus 2023.

Mereka bilang mereka melakukan intimidasi

Terkait dugaan penganiayaan terhadap korban, polisi menyatakan hal tersebut akan didalami Kementerian Kesehatan. Kapolres Semarang Kombes Pol. Irwan Anwar mengira di buku korban tidak ada yang membahas tentang pelecehan.

Polisi sendiri masih mendalami apakah penyebab meninggalnya korban adalah bunuh diri dan sedang memeriksa saksi-saksi seperti teman-teman sekitar korban, termasuk rekan-rekannya yang berprofesi ARL. Sejauh ini, polisi belum menemukan bukti bahwa pelecehan menjadi penyebab kematian korban yang diduga akibat bunuh diri.

Irwan mengatakan: “Tidak ada bukti atau bukti bahwa kematian korban disebabkan oleh penyiksaan. Begitu pula tidak ada bukti bahwa kematian tersebut bukan karena penyiksaan.”

Terkait upaya pengungkapan dugaan penyalahgunaan ARL, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah mendukung pengusutan Kementerian Kesehatan pada program khusus pengobatan di Departemen Kedokteran Undip Semarang.

Direktur IDI Jawa Tengah, Telogo Wismo Agung Durmanto mengatakan: “Dukungan kami agar masalah ini bisa diselesaikan secara efektif”.

Sejumlah besar siswa mendaftar di sekolah kedokteran khusus

Ada kekhawatiran kejadian serupa akan terulang lagi di masa depan jika tidak diatasi sekarang. “Jangan sampai mayoritas dokter di fakultas kedokteran meninggal karena kelelahan atau sakit,” kata Telogo Wismo.

Siswa di sekolah kedokteran khusus ini menghadapi banyak tekanan fisik dan psikologis saat belajar untuk profesi tersebut.

Ia juga mengakui bahwa ada informasi tambahan di luar kelas yang penting untuk dipelajari oleh dokter yang mengikuti pelatihan spesialis. “Kalau pertanyaannya menarik, bisa diajak menambah ilmu, tapi tidak ada lagi jam kerja,” ujarnya.

Namun perlu diperhatikan agar dokter PPDS tidak bosan karena yang ditanganinya adalah orang sakit. Dokter yang bekerja dalam keadaan lelah juga tidak akan mendapatkan hasil tes yang baik.

Namun, pelaporan klaim pelecehan di dunia medis harus terus dilakukan bila memungkinkan. Pelecehan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk penciptaan personel medis yang kritis.

Meski begitu, penyelidikan Kementerian Kesehatan terhadap dugaan negosiasi dengan ARL masih tertunda. Hasil penyelidikan ini bisa menjadi dasar polisi mengajukan tuntutan, jika ditemukan bukti pelecehan terhadap korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *