Menguak Serba Serbi yang Melekat pada Legenda Kuyang

Jakarta – Nama yang mencerminkan keindahan hutan Kalimantan, keragaman budaya, dan tradisi lokal yang kuat di kalangan penghuninya.

Salah satu legenda magis yang masih diceritakan hingga saat ini adalah kisah Kuyang, entitas iblis yang konon mampu mengambil kepala manusia terbang dengan seluruh tubuhnya.

Kepercayaan terhadap tokoh Kuyang tidak terbatas pada satu daerah saja dan mempunyai nama yang berbeda-beda di banyak tempat. Namun isi ceritanya tetap menampilkan Kuyang.

Kuyang sering digambarkan sebagai wanita dengan rambut panjang yang indah. Konon tokoh ini menjelma menjadi Kuyan, mengikuti ajaran ilmu hitam untuk mencapai hidup abadi. Masyarakat mempercayai kui aktif aktif, biasanya pada sore hari (magrip) hingga malam hari.

Perempuan yang menjadi Kuayan siang hari akan memiliki kehidupan normal seperti penduduk setempat lainnya. Namun, orang dapat membedakannya dengan melihat leher setan. Jika terdapat lingkaran hitam yang tidak terputus, maka perempuan tersebut dianggap kuyan. Kuyang sering menggunakan kain panjang atau selendang untuk menyembunyikan identitasnya.

Menurut legenda Kuyang, diyakini berasal dari masa Hindu Kaharingan, khususnya pada masa kerajaan Mulavarman yang didirikan di Kutai Kartanegara pada abad ke-4 Masehi.

Pada saat itu terjadi konflik antara kerajaan Molavarman dengan kerajaan Kutai, dan para pengikut ilmu hitam kerajaan Molavarman yang kalah dalam pertempuran tersebut melarikan diri ke wilayah lain di Kalimantan. Adat istiadat dan kepercayaan pribadi, termasuk tujuan semangat Kuyang

Karena darah ibu hamil dipercaya rasanya seperti madu, maka kuyang dipercaya sering memompa darah saat hamil. Selain itu, banyak legenda mengatakan bahwa Cui Yang mengincar bayi yang baru lahir dan menghisap darah mereka, membunuh sebagian besar Cui.

Di Kalimantan Timur, ada dua tempat yang dipercaya sebagai tempat tinggal suku Kuyang: Sungai Belaya, Kutai Kartanegara, dan Sungai Kunjang, Samarinda.

Zaman terus berubah, namun cerita Kuyang masih menjadi bagian dari kepercayaan masyarakat Kalimantan dan masih berkembang hingga saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *