Mengubah Kemajuan Pendidikan dengan SD dan SMP Alam

Titik Kumpul Education – Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan individu dan masyarakat. Di era yang terus berubah dan berkembang, pendidikan merupakan landasan utama dalam meningkatkan kualitas hidup dan mencapai kemajuan sosial, ekonomi, dan budaya.

Hal inilah yang mendasari seorang pemuda bernama Muhammad Farid.

Di usianya yang masih terbilang muda yaitu 34 tahun, ia berhasil mendirikan sekolah dasar dan menengah alam di bawah yayasan Sekolah Islam Banyuwangi di atas lahan seluas 3.000 meter persegi pada tahun 2005.

Sekolah tersebut terletak di dekat Gunung Lemongan di Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Tak kurang dari 6.000 hektare hutan lindung di sini berada dalam kondisi kritis, kering dan gersang. Aliran mata air di sembilan danau mengalami penurunan sehingga memicu terjadinya tanah longsor dan banjir bandang di Jember pada tahun 2006.

Pada awal berdirinya sekolah tersebut, hanya sekitar 70 siswa yang belajar di sana.

Sebagai pembina sekolah, Farid juga menjabat sebagai kepala Sekolah Menengah Alam. Pengelolaan sekolah dasar tersebut ia serahkan kepada temannya Suyanto. Karena mengusung tema “Sekolah Alam”, sekolah ini menjadi unik karena tidak ada ruang kelas dan tidak ada meja serta bangku seperti di sekolah pada umumnya.

Farid hanya membangun aula, musala kecil, dan sanggar. Selebihnya berupa gubuk kayu sederhana, dan siswa bebas belajar dimana saja.

Berbeda dengan sekolah lain, Farid hanya membutuhkan satu set pakaian sekolah untuk dikenakan pada hari Senin dan Selasa. Pakaian lainnya gratis.

Begitu pula dengan sepatu, jika siswa tidak memiliki sepatu maka dapat menggunakan sepatu secara gratis. Sebagian besar siswa berasal dari keluarga miskin, sehingga mereka dapat membiayai sekolah dengan sayur-sayuran. Jika perlu, Anda bisa bersekolah secara gratis.

Meski begitu, sekolah ini sebanding kualitasnya.

Dengan perpaduan kurikulum modern dan pesantren Salafiyah, santri dapat menguasai bahasa Arab dan hafal Al-Qur’an, Inggris, Jepang, dan Mandarin. Sedangkan bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar di sekolah.

Seminggu sekali mereka melakukan kegiatan di luar sekolah. “Untuk membangun karakter kepemimpinan,” kata Farid. Ia mendirikan sekolah dengan kurikulum yang kreatif karena bosan dengan metode yang ketinggalan jaman di sekolah umum.

Karena dedikasinya membantu membangun pendidikan di Indonesia, tak heran jika ia menjadi salah satu penerima SATU Indonesia Award 2010 yang diselenggarakan oleh Astra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *