Merawat Bumi, Dari Lampu Tidak Terpakai ke Daur Ulang yang Berarti

Titik Kumpul Lifestyle – Di era kemajuan teknologi yang semakin pesat, pengelolaan limbah elektronik menjadi permasalahan yang semakin mendesak untuk dipecahkan. Sampah elektronik, termasuk lampu bekas dan perangkat elektronik lainnya, mengandung zat beracun dan dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan baik.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi, konsumsi perangkat elektronik juga meningkat secara signifikan. Terus gulir. Oke?

Namun, kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah elektronik tidak sejalan dengan pertumbuhan ini. Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa sampah elektronik seperti lampu yang tidak terpakai dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan jika tidak dibuang dengan baik.

Oleh karena itu, diadakan proyek (ADLIGHT) untuk mengembangkan pasar pencahayaan Indonesia dengan teknologi efisiensi tinggi. Proyek tersebut merupakan kerjasama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Environment Programme (UNEP), dan telah disetujui pendanaannya oleh Global Environment Facility (GEF) pada 8 Januari 2020. .

Proyek yang dilaksanakan selama empat tahun (2020-2024) ini telah mencapai hasil yang menggembirakan, terutama dalam upayanya memperkuat regulasi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah elektronik. Sebagai bagian dari upaya tersebut, proyek ADLIGHT mengadakan pelatihan pengelolaan limbah elektronik dan merkuri lampu di Hotel Grand Tjokro Bandung pada Senin, 29 April 2024.

Anggraeni Ratri, Sub-Koordinator Penerapan Teknologi Konservasi Energi, menekankan pentingnya kesadaran sektor publik terhadap limbah berbahaya yang dihasilkan dari produk sehari-hari. Ditegaskannya, penjualan lampu setiap tahunnya semakin meningkat sehingga berdampak pada semakin banyaknya limbah lampu yang digunakan. Dalam konteks ini, kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah elektronik menjadi sangat penting.

“Tingkat konsumsi barang elektronik dan lampu cukup tinggi, namun tidak dibarengi dengan kesadaran mengenai pengelolaan limbah elektronik dan metode daur ulang yang benar. Jika sebuah lampu sudah habis masa pakainya atau teknologinya sudah tua dan tidak efisien, maka hal tersebut akan terjadi tidak dimanfaatkan. Kalau dibuang dianggap sampah,” ujarnya.

Yanuar dari P.T. BCI mengatakan Indonesia menghadapi ancaman pencemaran merkuri dari berbagai sumber, termasuk limbah elektronik dan penambangan emas ilegal. Hal ini menyoroti perlunya tindakan nyata dalam pengelolaan limbah elektronik untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Pembelajaran dari Dinas Lingkungan Hidup DK Jakarta menyoroti bahwa masih terdapat tantangan dalam pengelolaan limbah B3 di wilayah DKI Jakarta, termasuk terbatasnya fasilitas pembuangan limbah. Hal ini menyoroti perlunya alokasi anggaran yang memadai untuk meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah.

“Tingkat pemahaman masyarakat terhadap minimnya pembuangan limbah B3 (termasuk limbah lampu) dan belum tersedianya fasilitas pengolahan limbah B3 di wilayah DKI Jakarta masih rendah sehingga memerlukan alokasi anggaran yang besar untuk mendanai layanan pembuangan limbah B3.” “Ada kendala dan tantangan dalam pengelolaan limbah B3 di layanan DK LH Jakarta,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *