Padang – Rangkaian kegiatan Silek Galombang Duo Baleh yang diselenggarakan oleh mahasiswa pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang, diawali dengan workshop dengan dosen ahli di bidangnya pada Sabtu, 8 Juni 2024.
Workshop yang diadakan di MTS Muhammadiyah ini mampu menarik perhatian masyarakat untuk mendalami kekayaan budaya Minangkabau khususnya di Nagari Bungo Tanjuang.
Peserta yang terdiri dari pelajar, guru, dan pemuda setempat juga diajak berlatih bersama mempelajari gerakan bertahan hidup Silek Galombang Duo Baleh sebagai wujud kelangsungan hidup.
Herlinda Mansyur, praktisi dan akademisi Universitas Negeri Padang yang menjadi narasumber seminar mengatakan, keberadaan Silek Galombang Duo Baleh saat ini mulai mengalami kemunduran di Nagari Bungo Tanjuang.
Keadaan ini disebabkan oleh terpecahnya generasi penerus Silek Galombang Duo Baleh. Namun kami tetap berusaha melestarikan Silek Galombang Duo Baleh agar generasi penerus dapat melestarikan dan mencintai budayanya sendiri.
“Silek Galombang Duo Baleh sebenarnya adalah seni tari karena sumber dasar gerak tarinya berasal dari gerak Silek,” kata Herlinda Mansyur pada Sabtu, 8 Juni 2024.
Herlinda Mansyur mengatakan, tarian tersebut dinamakan Tari Galombang Duo Baleh karena adanya gerakan silat. Maksud dari gerakan silat naik turun ini adalah melakukan gerakan silat berdiri kemudian gerakan silat duduk.
Gerakan tari Galombang Duo Baleh sebenarnya adalah untuk menyambut atau menghampiri tamu yang datang dengan silat yang merupakan simbol melindungi tamu.
“Tarian tradisional ini terdapat di sekitar Nagari Bungo Tanjuang, Nagari Pitalah, Batipuah. Asal usulnya di Silek Danau atau yang sering disebut masyarakat Maninjau dengan silat Tuo,” kata Herlinda Mansyur.
Menurut Herlinda Mansyur, gerak tari Galombang Duo Baleh bermula dari meta atau arena yang berasal dari gerak dasar Tuo silat Koto Gadang Maninjau yang dibawakan oleh Dt. Panglimo Parang pergi ke Nagari Pitalah dan belajar silat serta mengaji.
Menurut Herlinda Mansyur, Duo Tari Gelombang Baleh memiliki keunikan tersendiri: 12 orang penari pria. Namun sesuai ungkapan “abih Tahunan Batuka, Abih Musim Maso Baraliah”, saat ini Galombang 12 boleh dibawakan oleh perempuan, namun dalam pertunjukan Galombang 12 perempuan diwajibkan mengenakan pakaian laki-laki.
“Sebenarnya sebagian besar tariannya dibawakan oleh perempuan. Namun khusus untuk Galombang Duo Baleh, jika dibawakan oleh perempuan, hanya untuk pembelajaran, bukan untuk penyambutan,” kata Herlinda Mansyur. Rasmida, Guru Besar Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang, mengatakan acara tersebut digelar sebagai bagian dari ujian pascasarjana. Dalam hal ini hasilnya adalah bagaimana mahasiswa mampu mengelola acara secara profesional.
“Hari ini mahasiswa kami mengadakan acara di Bungo Tanjung dengan ruang yang sangat indah, Silek Galombang Duo Baleh, dengan tema melestarikan Silek Galombang Duo Baleh sebagai warisan budaya Nagari Bungo Tanjuang,” kata Rasmida.
“Selain workshop sore hari, malam ini siswa kami juga akan menampilkan bagaimana Silek Galombang Duo Baleh akan memamerkan karya-karya siswa Isi Padang,” kata Rasmida.
Saya bangga dengan Walinagari dan pejabat setempat yang sangat menyambut baik tindakan yang kami lakukan. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita untuk menjaga seni dan ruang budaya di Minangkabau, pungkas Rasmida.