Mobil China Kena Pajak 100 Persen di Kanada

OTTAWA, VIVA – Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau pada hari Senin mengumumkan tarif 100 persen untuk impor kendaraan listrik dari Tiongkok.

Langkah ini mengikuti kebijakan serupa di Amerika Serikat yang bertujuan membendung aliran mobil listrik bersubsidi pemerintah Tiongkok ke Amerika Utara.

Trudeau menuduh Tiongkok, salah satu eksportir kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia, tidak mengikuti aturan yang sama seperti negara lain, khususnya dalam standar lingkungan dan ketenagakerjaan.

Pada Rabu, 28 Agustus 2024, CNA mengutip VIVA yang menyebutkan Trudeau mengumumkan tambahan pajak sebesar 25 persen atas impor produk baja dan aluminium dari China.

Dalam beberapa bulan terakhir, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengenakan tarif masing-masing sebesar 100 persen dan 38 persen terhadap kendaraan listrik asal Tiongkok.

Industri otomotif Kanada, yang mempekerjakan lebih dari 125.000 orang, menerima miliaran dolar dukungan pemerintah untuk beralih ke kendaraan listrik dan meningkatkan rantai pasokan baterai listrik dalam negeri.

Strategi yang menarik minat perusahaan seperti Goodyear Tire, Honda, Stellantis, dan Volkswagen melalui subsidi ini mencontoh Amerika Serikat yang memberikan berbagai insentif bagi industri ramah lingkungan melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi.

Pemerintah Kanada juga memblokir investasi baru dari Tiongkok di beberapa sektor pertambangan. Pada konferensi pers di Halifax, Trudeau mengatakan kelebihan produksi kendaraan listrik di Tiongkok dan subsidi besar-besaran ke sektor otomotif memaksa Kanada untuk bertindak.

Tarif 100 persen yang dikenakan Tiongkok pada mobil listrik akan berlaku pada 1 Oktober, dan pada produk baja dan aluminium pada 15 Oktober.

Selain itu, Kanada akan membatasi insentif kendaraan listrik hanya untuk produk yang diproduksi di negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Kanada, sehingga tidak termasuk Tiongkok.

Menanggapi kebijakan tersebut, Kedutaan Besar Tiongkok menyatakan ketidaksenangannya dan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk proteksionisme perdagangan yang bermotif politik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *