Medan, Titik Kumpul – Di musim hujan, ancaman penyakit DBD semakin nyata. Meskipun penyebaran virus demam berdarah di daerah tropis dan subtropis terjadi sepanjang tahun, namun curah hujan yang tinggi dapat mempengaruhi siklus hidup nyamuk atau tingkat replikasi virus, karena jumlah hari hujan yang banyak umumnya mendukung perkembangan nyamuk.
Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan hingga minggu ke-46 tahun 2024, terdapat 218.356 kasus DBD di Indonesia dengan 1.259 kematian. Gulir untuk informasi lebih lanjut!
Sementara itu, kasus DBD di Provinsi Sumatera Utara masuk dalam 10 kasus terbanyak di Indonesia dengan 7.761 kasus; serta 5 daerah dengan kematian tertinggi sebanyak 52 kasus, setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan RI, Dr. Ina Agustina Isturini, MKM., mengatakan penyakit DBD masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
“Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk memberantas demam berdarah dan mencapai tujuan bersama yaitu ‘nol kematian akibat demam berdarah pada tahun 2030’ sebagaimana ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Strategi Global untuk Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah 2012. -2020 dan Peta “Neglected Tropical Diseases (NTD) One Road 2021-2030,” ujar Dr. Ina pada acara Langkah Bersama Acara Pencegahan DBD yang digelar di Medan, mengutip keterangannya, Senin 2 Desember 2024.
Pemerintah sendiri telah menetapkan Strategi Nasional Penanggulangan DBD 2021-2025 untuk menurunkan jumlah kasus. Namun keberhasilan strategi ini tidak hanya bergantung pada upaya pemerintah saja, namun juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat.
“Langkah-langkah seperti menjaga konsistensi penerapan 3M Plus, serta melengkapi perlindungan dan vaksinasi merupakan bagian dari pendekatan komprehensif untuk mencegah DBD. Apalagi saat ini kita memasuki musim hujan yang biasanya kasus DBD meningkat,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, H. Muhammad Faisal Hasrimy, AP, M.AP., menyoroti tingginya angka kasus infeksi DBD saat ini.
“Saat ini kita memasuki musim hujan yang puncaknya terjadi pada bulan November hingga Desember. Hal ini meningkatkan risiko penularan virus demam berdarah secara signifikan,” ujarnya.
Muhammad Faisal mengungkapkan, sepanjang tahun 2024 hingga 28 November, tercatat 7.994 kasus DBD di Sumut dengan 52 kematian. Kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Karo, Kota Medan, Kabupaten Deliserdang, dan Kabupaten Nias Selatan. Diperkirakan kasus DBD akan meningkat 100 persen dibandingkan kasus DBD pada tahun 2023 (4.687 kasus dan 24 kematian).
“Dalam upaya menurunkan jumlah kasus, kami berkoordinasi dengan pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan RI) untuk memastikan seluruh strategi pencegahan dan pengendalian demam berdarah diterapkan secara efektif.
Menurut Muhammad Faisal, keberhasilan pemberantasan demam berdarah terjadi bila ada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan seluruh lapisan masyarakat.
“Kami akan terus mengingatkan seluruh masyarakat untuk aktif melakukan pencegahan melalui penerapan 3M Plus secara konsisten, seperti menguras wadah air, menutup wadah air, mendaur ulang barang bekas, dan ‘Plus’-nya untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk,” jelasnya. .
“Hal tersebut dapat dilakukan dengan menanam tanaman pengusir nyamuk, memeriksa wadah air, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat nyamuk, memasang kasa pada jendela dan ventilasi, saat tidur, mengenakan pakaian berlengan panjang, dan lain sebagainya. Mulailah dari dimensi terkecil yaitu diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar,” imbuhnya.
Selain itu, masyarakat juga dapat mempertimbangkan pencegahan inovatif seperti vaksinasi sebagai bagian dari pendekatan yang lebih komprehensif.
“Dengan upaya bersama dan kesadaran masyarakat yang besar, kami yakin angka kasus DBD di Sumut dapat ditekan. Mari kita cegah wabah DBD sebelum menyerang, karena pencegahan adalah langkah yang tepat untuk melindungi keluarga dan masyarakat kita dari ancaman tersebut. virus dengue di sana,” pungkas Muhammad Faisal.
Dokter Spesialis Anak, Dr. Dewi Sari, SpA mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir jumlah kasus DBD tertinggi terjadi pada kelompok usia produktif atau 15 – 44 tahun. Sedangkan yang paling rentan mengalami kematian akibat DBD dalam tujuh tahun terakhir adalah kelompok usia 5-14 tahun.
“Ini menjadi pengingat bahwa pencegahan tidak bisa ditunda dan harus dimulai dari sekarang. Apalagi DBD bisa menulari seseorang lebih dari satu kali. Oleh karena itu, jika sudah terkena DBD, tidak membuat kita kebal terhadap virus tersebut. dari empat Serotipe yang ada. Jika Anda terinfeksi satu serotipe, Anda masih bisa tertular serotipe lain, dan biasanya risiko infeksi berikutnya lebih parah,” ujarnya.
Dr Dewi menambahkan, selain penerapan 3M Plus, metode pencegahan inovatif seperti vaksinasi memberikan perlindungan lebih bagi keluarga. Saat ini, asosiasi medis merekomendasikan vaksinasi demam berdarah seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), untuk anak usia 6-18 tahun; oleh Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) untuk usia 19-45 tahun; dan Persatuan Dokter Okupasi Indonesia (PERDOKI) untuk pekerja di daerah endemis atau bepergian ke daerah endemis.
Namun vaksinasi harus diberikan secara lengkap atau kepada anak-anak sesuai pedoman vaksinasi yang diterbitkan IDAI untuk memberikan perlindungan yang lebih baik, tutupnya.
Andreas Gutknecht, CEO PT Takeda Innovative Medicines, menekankan pentingnya kerja sama dalam memerangi demam berdarah dan menyatakan keprihatinannya terhadap dampak penyakit ini.
“Demam berdarah memberikan beban yang besar, baik bagi pasien, keluarga mereka, dan negara. Setiap korban jiwa adalah sebuah tragedi yang dapat dicegah, dan setiap kasus merupakan pengingat bahwa kita harus berbuat lebih banyak.” merupakan seruan bagi kita semua untuk bertanggung jawab, proaktif dan bersatu dalam memerangi demam berdarah,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, tokoh masyarakat Indra Jegel mengungkapkan keprihatinannya atas dampak penyakit demam berdarah dengue (DBD) terhadap pasien dan keluarganya.
“Sebagai seseorang yang juga memiliki keluarga, saya bisa merasakan bagaimana penyakit DBD tidak hanya berdampak pada kesehatan pasiennya, tetapi juga berdampak besar bagi keluarga, baik secara fisik, emosional, dan finansial,” ujarnya.
Indra pun menyadari bahwa penyakit ini bisa menyerang siapa saja, dan tidak ada seorang pun yang ingin melihat orang yang dicintainya menderita DBD.
“Apalagi di musim hujan seperti sekarang, kita semua harus lebih waspada. Kita harus melakukan tindakan pencegahan sekecil apapun untuk melindungi diri kita dan keluarga. Mulai dari menerapkan 3M Plus, menjaga kebersihan lingkungan, hingga memanfaatkan inovasi yang ada. pencegahan “Tidak ada langkah yang terlalu kecil, karena setiap tindakan yang kita lakukan hari ini merupakan investasi kesehatan keluarga kita di masa depan,” tutupnya.