Nusa Lembongan: Surga Rumput Laut dan Kisah Petaninya

Bali, Titik Kumpul – Selain keindahan alamnya yang memukau dan panorama bawah laut yang menakjubkan, Pulau Nusa Lembongan juga memiliki kawasan budidaya rumput laut. Daerah tumbuhnya alga terletak pada perairan dengan kondisi laut, pada daerah datar dan tidak terganggu.

“Lokasi penanaman alga bergantung pada kondisi perairan di daerah datar dan tidak sembarangan. Kalau ombaknya besar, tidak mungkin. Harus di tempat datar seperti permukaan danau,” jelas warga Petani Rumput Laut sekaligus Pemandu Wisata Nusa Lembongan, Gede Sukrayasa, Jumat, 13 September 2024.

Petani rumput laut di Nusa Lembongan sering menanam dua jenis rumput laut: Eucheuma Cottonii dan Eucheuma Spinosum.

Ged mengatakan, budidaya kedua jenis alga ini membutuhkan penggunaan tali sepanjang 4m. Lahan tersebut berukuran lebar 5×5 m. Setelah rumput laut diikat dengan tali, tunggu 3 bulan.

“Setelah dicabangkan dikumpulkan dan dikeringkan”, jelasnya.

Para pengepul di Pulau Jawa akan membeli rumput laut kering dan mengekspornya ke negara-negara Asia seperti China, Korea, Jepang, dan Perancis sebagai bahan kosmetik.

Proses pengeringan rumput laut memerlukan waktu seminggu tergantung cuaca.

“Panen tiap sulur atau benangnya bisa mencapai 5 kg rumput laut kering,” kata Ged.

Petani rumput laut di Nusa Lembongan umumnya adalah ibu rumah tangga yang tidak bisa bekerja di industri pariwisata. Mereka terlibat dalam budidaya rumput laut untuk menunjang perekonomian keluarga mereka.

Made Soka (80 tahun) mengaku sudah menanam rumput laut sejak kecil. Meski harga rumput laut kering turun hingga Rp 12.000/kg, Made Soka tetap berkomitmen menanam rumput laut untuk menghidupi keluarganya.

Selain Made Soka, wanita paruh baya Kadek Kartini juga terlibat dalam budidaya rumput laut untuk menunjang perekonomian keluarganya. Dijelaskannya, saat ini harga rumput laut kering sangat murah. Sebelumnya, saat wabah Covid-19, harga rumput laut kering Rp 20.000 hingga Rp 40.000/kg.

Sementara itu, Direktur Bank Indonesia Provinsi Bali Perwakilan Erwin Soeriadimadja mengatakan selain pariwisata, perekonomian Bali juga ditopang oleh produk pertanian.

“Fondasi pertumbuhan ekonomi di Bali perlu kita perkuat,” kata Erwin di Ngeraos Sareng Media. Maka dari sini kita melihat sektor pertanian harus dikembangkan. Karena Bali dulunya gudang makanan dan harus menjadi gudang makanan lagi.” x Acara Media Gathering di Nusa Lembongan Bali.

Erwin menilai keseimbangan pertumbuhan ekonomi di Bali harus tetap dijaga dengan fokus pada sektor-sektor penopang perekonomian seperti pariwisata, pertanian, dan digitalisasi.

“Ada tiga faktor utama pertumbuhan ekonomi Bali ke depan,” jelasnya. Yang pertama adalah pariwisata, yang kedua adalah pertanian, dan yang ketiga adalah digitalisasi.”

Di sisi pertanian, upaya Bank Indonesia adalah dengan memperkuat sektor pertanian agar siap menghadapi kebutuhan pangan, hari raya Galungan dan Kuningan hingga akhir tahun.

Dari sisi inflasi, Pulau Bali mencapai 2,32%. Sedangkan inflasi awal tahun hingga Januari 2024 mencapai 1,33%.

“Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama Agustus 2023 yang mencapai 2,99%,” kata Erwin.

Terjaganya ekosistem pertanian Bali akan mendorong pertumbuhan ekonomi Bali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *