Orang Tua Wajib Tahu, Ini Ciri-ciri Anak Jadi Korban Bullying

Titik Kumpul – Peristiwa bullying masih menjadi ancaman di lingkungan sekolah. Situasi ini akan menghancurkan kedua belah pihak. Pelaku akan dihukum dan korban akan terus berjuang keluar dari sekolah. Hal ini akan mempengaruhi masa depan mereka.

Menurut Irma Gustiana, psikolog sekaligus caregiver, bullying ini disebabkan oleh banyak faktor. Mulailah dari lingkungan rumah atau hal-hal yang penting bagi anak Anda. Di sisi sekolah, bullying juga bisa dikaitkan dengan kurangnya sumber daya manusia (SDM).

“Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap ancaman tersebut. Bisa dari keluarga sendiri sebagai contoh kekerasan dalam rumah tangga pada anak sehingga sulit mengendalikan perasaannya mengingat kurangnya sumber daya manusia di sekolah. Tidak ada tempat untuk dihubungi, kata Irma di Cianjur, Jawa Barat, Jumat, 8 Maret 2024.

Ini menggambarkan beberapa anak yang menjadi korban bullying. Salah satunya adalah perubahan mood.

“Yang pertama kita lihat adalah perubahan pola pikirnya, misalnya anak yang biasanya senang, pulang sekolah setiap hari senang atau bahagia, tapi dua minggu yang lalu wajahnya setelah melihat dirinya gelap dan sedih. , dia menyimpulkan: “Ya, itu adalah bendera merah atau pertanda bahwa itu akan menjadi” Ada apa dengan anak itu.

Langkah yang menurut Irma patut diwaspadai para orang tua. Soal karakternya juga bisa dilihat. Anak-anak yang menjadi korban bullying mungkin menolak untuk bersekolah. Pasalnya, ia merasa terancam jika bertemu dengan penjahat atau teman di sekolah.

“Pemahaman orang tua harusnya tinggi. Lalu terjadilah perubahan sikap. Misalnya, anak perlawanan tidak mau bersekolah karena paham bahwa teman-temannyalah yang menjadi biang perundungan yang ia hadapi. “Secara umum, anak-anak akan ingat untuk tidak merespons situasi stres,” ujarnya.

Ciri lain anak yang di-bully adalah emosional. Terkadang anak kesulitan berkomunikasi. Menurut Irma, cara anak yang di-bully bisa ditunjukkan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua harus menjaga anak-anaknya.

“Kemudian otak. Dalam pikiran anak ini, mungkin sulit untuk berkomunikasi dengannya. Tapi kalau misalnya orang tua bisa peka terhadap bayinya, dia bisa melihat bahwa mereka sedang berbicara.” anak berada pada level yang cukup serius, anak dapat mengucapkan kalimat-kalimat sedih.”

Ia mengimbau para orang tua untuk membatasi aktivitasnya di media sosial dan juga mencermati perilaku anak di kediamannya.

Selain itu, ia menjelaskan, komunikasi antara orang tua dan anak harus baik karena dengan komunikasi yang baik, anak akan senang bercerita tentang aktivitasnya di sekolah atau dalam situasi yang dirasa perlu untuk berkomunikasi. Ia menambahkan, orang tua harus menghindari kekerasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *