Titik Kumpul – Untuk memperluas pangsa pasarnya di Asia Tenggara, BYD telah memilih Thailand sebagai negara pertama di luar Tiongkok yang memproduksi kendaraan listriknya melalui pabrik canggih yang telah selesai dibangun.
Sehingga ketika merek tersebut datang ke Indonesia dari China, rencana pabriknya dipertanyakan karena sudah memiliki Thailand. Selain itu, strategi awal mereka adalah hanya menjual kendaraan listrik impor.
PT BYD Motor Indonesia diuntungkan dengan kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah berupa insentif CBU (Completely Built) berupa bebas bea masuk dan PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah).
Namun dampaknya, insentif tersebut hanya berlaku selama dua tahun. Setelah itu, EV yang mereka impor harus diproduksi di dalam negeri dengan jumlah yang sesuai dengan kuota impor.
Artinya pabrik BYD di Indonesia harus siap berproduksi pada tahun 2026. Jika unit yang diproduksi dalam negeri berada di bawah kuota impor, maka unit tersebut akan dikenakan sanksi untuk memulihkan insentif yang diberikan pemerintah.
Sempat dipertanyakan keseriusan membangun pabrik di Indonesia, sejak Thailand sudah ada, produsen mobil listrik itu akhirnya mengumumkan lokasi pabriknya serta besaran investasinya.
Setelah tiba di Indonesia pada Februari 2024 dan April tahun ini, Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia Eagle Zhao mengatakan pabrik tersebut berlokasi di Kawasan Industri Smartpolitan Subang, Jawa Barat, yang dikelola oleh Kota Industri Suryabuat.
Nilai investasinya mencapai 1,3 miliar dolar atau setara Rp 20 triliun dengan kapasitas produksi 150 ribu unit per tahun. Jika dilihat dari angka tersebut, berarti lebih kecil dibandingkan investasi di Thailand.
Berdasarkan laporan Reuters, BYD menghabiskan dana sebesar $1,44 miliar atau setara Rp 23 triliun, dan khusus biaya pabriknya sebesar $490 juta atau sekitar Rp 7,98 triliun.
“Thailand memiliki visi regional yang jelas untuk kendaraan listrik dan memasuki era baru manufaktur mobil,” kata CEO dan CEO BYD Wang Chuanfu seperti dikutip pada Kamis, 4 Juli 2024.
Dijelaskan, kapasitas produksi Negeri Gajah Putih sama dengan Indonesia yakni 150 ribu unit per tahun, termasuk produksi suku cadang dan baterai. Jika diperhatikan, biaya investasinya tidak jauh berbeda dengan yang dijanjikan RI.
Keunikan lainnya adalah posisi pabrik mereka di Negeri Gajah Putih tidak hanya melayani pasar dalam negeri, tapi juga menjadi hub manufaktur untuk ekspor ke ASEAN. Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal Badan Investasi Thailand Narit Terdsterasukdi.
“BYD telah memilih Thailand sebagai pusat manufaktur untuk ekspor ke ASEAN dan banyak negara lainnya,” kata Narit.
Jika demikian, apa jadinya pabrik BYD di Indonesia ke depan jika kebutuhan pasar ASEAN dikuasai Thailand?