Pakar Filologi Soal Nasab Habib di Indonesia: Tokoh Ubaydillah bin Ahmad bin Isa Tidak Ada

Jakarta – pakar filologi, Prof. Menachem Ali pun mengomentari kontroversi silsilah Ba’alawi atau silsilah habib di Indonesia yang disebut tak mungkin dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW oleh Pengurus Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Banten (Ponpes), KH Imaduddin Utsman. .

Sebelumnya, Imaduddin mengaku meneliti silsilah Nabi Muhammad SAW dan keturunannya mulai dari Fatimah, Husein, Ali Zainal Abidin hingga Ahmad bin Isa. Namun, ia mengaku menemui keanehan ketika sampai di garis keturunan Ahmad bin Isa yang hidup pada abad keempat Hijriah.

Setelah mempelajari beberapa dokumen atau manuskrip abad keempat hingga kedelapan Hijriah, Imaduddin menemukan fakta bahwa Ahmad bin Isa hanya mempunyai tiga orang anak, yaitu Muhammad, Ali bin Abi Thalib dan Husein.

Imaduddin mengaku tidak menemukan sosok bernama Ubaydillah yang disebut kelompok Ba’alawi sebagai anak Ahmad bin Isa dan sosok yang mereka klaim sebagai nenek moyang para habib di Indonesia.

FYI, Ubaydillah sendiri merupakan sosok yang diklaim oleh kelompok Baalawi sebagai kakek atau nenek moyang para habib di Indonesia. Hingga saat ini asal usulnya masih terus digunakan. Sedangkan nama Ba’alawi diambil dari nama putra Ubaydillah, Alawi.

Apalagi Imaduddin menemukan nama Ubaydillah hanya dalam sebuah naskah yang ditulis pada abad kesembilan. Naskah tersebut juga ditulis oleh tokoh Baalawi bernama Ali Bin Abu Bakar As-Sakran menjawab secara filologis

Terkait persoalan ini, filolog Prof Menachem Ali mengatakan pernyataan Imaduddin tidak sepenuhnya salah. Menurutnya, belum pernah ditemukan naskah luar (kecuali milik kelompok Ba’alawi) yang menceritakan kisah tokoh bernama Ubaydillah, putra Ahmad bin Isa.  

“Kalau ditanya apakah ada dokumen tentang sosok bernama Ubaydillah di masanya (Ahmad bin Isa), maka saya jawab tidak ada,” kata Menachem Ali, di YouTube Rhoma Irama Oficiala yang ditayangkan pada Sabtu, 29 Juni 2024 di sore hari

“Berdasarkan naskah-naskah itu tidak ditemukan pada abad keempat, kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan, tidak ada. Tokoh Ubaydillah baru muncul dalam naskah-naskah pada abad kesembilan Hijriah. “Demikianlah selama lebih dari 500 tahun dokumen (naskah yang menceritakan kisah tokoh bernama Ubaydillah) tidak ada,” jelasnya.

Lanjut Menachem Ali, naskah yang ditemukan pada abad kesembilan Hijriah itu belum bisa diidentifikasi karena ditulis oleh tokoh batin kelompok Ba’alawi.

Masalahnya, tidak ada dokumen eksternal (selain Ba’alawi) yang menceritakan kisah tokoh bernama Ubaydillah. Mereka tidak ada, hanya ada di kelompok Ba’alawi, itu masalahnya, tambahnya.

“Andai saja Nabi Muhammad SAW yang hidup ribuan tahun lalu memiliki mushaf luar, bisa jadi Ubaydillah yang disebut-sebut sebagai tokoh Ba’alawi yang hidup dekat dengan zaman kita tidak memiliki mushaf.” tidak ada, berarti (karakternya) tidak ada, jangan diciptakan,” lanjutnya.

Dengan demikian, lanjutnya, jika Ubaydillah saat itu adalah seorang tokoh sejarah, maka pada masa hidupnya antara abad kelima dan keenam seharusnya sudah ada manuskrip yang menyebutkan sosoknya.

“Kalau tidak disebutkan dalam naskah. “Sebenarnya angka itu, mohon maaf, adalah angka yang meragukan,” tegasnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh ini ditulis dalam rangka pujian, sebagai pribadi yang berkaitan dengan tokoh tersebut, tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *