Pasien Imunodefisiensi Primer Minta Pemerintah Masukkan Terapi IDP ke dalam Formularium Nasional

VIVA Lifestyle – Penyintas Defisiensi Imun Primer (IDP) yang tergabung dalam Yayasan Penderita Defisiensi Imun Primer Indonesia meminta pemerintah memasukkan terapi pengobatan terstandar dalam Formularium Nasional (Fornas).

Hal ini sangat penting untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan yang menyebabkan rendahnya kualitas hidup pasien pengungsi di Indonesia. Yuk lanjutkan menelusuri artikel lengkapnya di bawah ini.

Ketua Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia, Adhi Nugraha Sugiharto menjelaskan, imunodefisiensi primer adalah penyakit genetik langka yang menyebabkan berkurangnya jumlah dan/atau fungsi sel imun tubuh, yang pada akhirnya membuat seseorang rentan terhadap infeksi. .

Tanpa pengobatan yang tepat, pasien IDP akan mengalami infeksi berulang dan parah, sehingga meningkatkan angka rawat inap dan bahkan kematian.

Beberapa terapi IDP saat ini tersedia di Indonesia. Namun terapi ini tidak diindikasikan untuk pengobatan pengungsi di Fornas sehingga menyulitkan pasien dalam mengakses pengobatan.

Salah satunya adalah terapi Intravenous Immunoglobulin (IVIG) yang sebaiknya diberikan sebagai antibodi pengganti pada pasien pengungsi yang tidak dapat memproduksi antibodi sendiri dengan baik.

Terapi lainnya adalah filgastrim yang sebaiknya diberikan pada pasien PID dengan jumlah neutrofil yang sangat rendah.

“Kedua obat ini sudah ada di Indonesia, namun tidak masuk dalam daftar obat indikasi Fornas. Kami meminta Kementerian Kesehatan mempertimbangkan peningkatan cakupan IVIG dan terapi filgastrim bagi pasien pengungsi agar sesuai dengan standar internasional. “Model List of Essential Medicines of the World Health Organization juga telah memasukkan IVIG ke dalam daftar obat-obatan penting untuk menopang kehidupan pasien yang terkena dampak, dengan salah satu indikasinya adalah IDP,” kata Adhi.

Seperti diketahui, Fornas merupakan daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah terkini oleh Panitia Nasional Penyusunan Fornas.

Obat-obatan yang masuk dalam daftar obat Fornas Nasional merupakan obat yang paling efektif, aman dan terjangkau yang disediakan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Rendahnya akses terhadap terapi dan diagnosis

Data menunjukkan kualitas hidup pasien pengungsi di Indonesia saat ini tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Thailand.

Berdasarkan International Organization of Patient for Primary Immunodeficiency – PID Life Index, Indonesia saat ini berada di peringkat 59 dari 74 negara yang dievaluasi. Hal ini disebabkan terbatasnya diagnosis dan akses pengobatan bagi pasien.

“Saat ini baru 70 pasien yang terdiagnosis IDP, yang kami yakini tidak dilaporkan karena keterbatasan diagnostik,” kata Adhi.

Belum ditanggung oleh BPJS

Minimnya terapi pengungsi di Fornas Nasional menyulitkan banyak keluarga dan pasien di Tanah Air, karena biaya pengobatan pengungsi belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan. 

Jason Matthew Budijanto, salah satu pasien yang terdiagnosis sindrom Hyper IgM tipe IDP, harus terus menjalani pengobatan untuk mengatasi gejala dan mencegah komplikasi jika terjadi infeksi.

Pengobatan rutin Jason adalah terapi penggantian imunoglobulin atau IVIG sebulan sekali.  

“Kami para orang tua pasien pengungsi lainnya akan terus memperjuangkan agar pemerintah memasukkan pengobatan dan perawatan pengungsi ke dalam BPJS Kesehatan,” kata Hendy Wijaya Budijanto, ayah kandung Jason.

Pekan Pengungsi Dunia

Adhi menambahkan, Yayasan Penderita Defisiensi Primer Indonesia bersama komunitas lain di seluruh dunia rutin melakukan kegiatan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang IDP.

Salah satunya menyelenggarakan peringatan Pekan Defisiensi Imun Primer Dunia (World Primary Immune Deficiency Week) setiap tanggal 22-29 April. Pada peringatan tahun ini, ia berharap kualitas pelayanan pasien pengungsi di Tanah Air terus meningkat seiring dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem pelayanan kesehatan.

“Selamat merayakan Pekan Imunodefisiensi Primer Sedunia 2024. Semoga kebenaran diagnosis dan kualitas pengobatan pasien Defisiensi Primer Indonesia terus meningkat pada tahun ini,” jelas Adhi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *