Tangerang – Indonesia terus menggalakkan pengurangan polusi udara dengan berbagai cara, seperti ketersediaan kendaraan listrik untuk menggantikan bahan bakar yang tidak mengandung bioetanol, hidrogen, biodiesel dan lain-lain.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Mineral (ESDM) memandang penggunaan bioetanol dalam teknologi hibrida sebagai salah satu cara mengatasi emisi gas rumah kaca.
Agus Tjahajana selaku staf khusus ESDM mengatakan kendaraan hybrid dapat menghasilkan emisi berbahaya.
Titik Kumpul Automotive dalam sambutannya pada Gaikindo International Automobile Conference (GIAC) yang digelar di ICE BSD, Tangerang, mengatakan: “Bioetanol yang dipadukan dengan teknologi hybrid tidak menghasilkan emisi.”
Hari ini, Agus juga menegaskan, pihaknya mendorong mesin Flexy untuk mendukung pelayanan angkutan umum agar kendaraan dapat terus memimpin perekonomian dan mengurangi emisi.
“Yang dimaksud dengan mesin Flexy adalah yang mampu menggunakan bahan bakar hingga 100%,” ujarnya.
Agus pun yakin konsumen akan bisa menemukan alternatif bahan bakar fosil tersebut dengan mudah.
“Kami jelaskan bahwa pemerintah harus bekerja keras untuk memastikan bahan bakar fosil tetap tersedia dan terjangkau oleh konsumen,” kata Agus.
Selain itu, Firdaus Manti selaku Deputi Direktur Perindustrian dan Transportasi Laut Kementerian Perekonomian dan Investasi Maritim mengatakan diperlukan berbagai teknologi untuk dapat beralih dari minyak bumi ke bidang transportasi.
Teknologi ini mencakup listrik, biodiesel, bioetanol dan energi lain seperti hidrogen.
“Kedepannya bahan organik bisa menjadi pilihan utama, atau campuran tapi dengan biomassa. Jadi lebih bersih dibandingkan campuran dengan fosil karena kita mengejar tujuan Net Zero Emission sehingga lebih cepat,” ujarnya. pada saat itu.