Jakarta, Titik Kumpul – Penelitian terhadap 500 anak sekolah dasar di Jakarta yang dilakukan oleh lembaga nirlaba Pusat Kesehatan Indonesia (FKI) menunjukkan bahwa anak yang kekurangan zat besi dan berisiko anemia berisiko lebih tinggi mengalami kekurangan energi dan pertumbuhan kurang optimal. kemampuan belajar mungkin terganggu.
Kajian dilakukan oleh Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F Moeloek dan Koordinator Penelitian dan Pengkajian FKI Dr. Dr. Ray Waghiu Basrovi, MKK, FRSPH, menemukan bahwa kekurangan zat besi, kekurangan energi, dan perawakan pendek pada anak disebabkan oleh gizi buruk.
Selain itu, risiko terjadinya gangguan memori kerja hingga 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan gizi baik. Scroll terus untuk artikel selengkapnya di bawah ini.
Menurut Profesor Nila Moeloek, “Temuan ini merupakan peringatan keras bagi masa depan kesehatan dan pendidikan di Indonesia, karena memori kerja merupakan indikator yang sangat penting keberhasilan anak di sekolah,” ujarnya.
“Memori kerja diperlukan agar anak dapat mengikuti instruksi guru, fokus pada tugas kelas, bahkan mengingat dan menafsirkan informasi jangka pendek,” lanjutnya.
“Jika nilai working memory rendah maka proses dasar otak untuk belajar di sekolah tidak berjalan dengan baik,” tambah Menteri Kesehatan RI periode 2014-2019 ini. Scroll terus untuk artikel selengkapnya di bawah ini.
Selain itu, menurut Dr Ray Waghiu Basrovi, “Studi FKI ini memberikan bukti bahwa gizi buruk dan anemia defisiensi besi pada anak sekolah dasar merupakan faktor risiko terhadap prestasi akademik anak sekolah dasar di masa depan,” ujarnya.
Penilaian kami juga menunjukkan bahwa hampir 30% siswa sekolah dasar anemia kelas 3-5 di Jakarta mengalami gangguan memori, lanjut dr Ray Wagiu Basrowi.
“Gangguan ini secara langsung mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkonsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” kata Ray yang juga pendiri Health Care Center (HCC).
Temuan lain: Anemia dan perawakan pendek mengganggu pembelajaran
Lebih dari 19% anak-anak dalam penelitian tersebut menunjukkan anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi.
Prof. Nila Moelock dan Dr. Ray Basrovi menjelaskan: “Menariknya, anemia tidak hanya menjadi masalah kesehatan fisik, tetapi juga berdampak signifikan terhadap kemampuan kognitif anak. Anak-anak dengan anemia memiliki skor memori kerja yang jauh lebih rendah, yang memiliki implikasi klinis yang sangat nyata,” jelasnya.
“Kekurangan zat besi akibat anemia secara langsung menghambat kemampuan anak dalam menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas,” kata dua pendiri Fokus Kesehatan Indonesia (FKI).
Apakah pola makan siswa kekurangan energi, haruskah mereka makan cukup selama sekolah?
Profesor Nila Moeloek lebih lanjut menunjukkan bahwa penelitian ini menunjukkan kurangnya asupan makronutrien sebagai akar penyebab masalah ini. 28% anak-anak mengalami kekurangan energi, dan lebih dari 63% anak-anak mengalami kekurangan karbohidrat.
Kaitannya secara medis, banyak siswa SD yang kurang makan sehingga kurang mendapat zat gizi, terutama zat gizi makro. Padahal, asupan zat gizi makro sangat penting karena tubuh dan otak menggunakannya sebagai energi langsung untuk beraktivitas. , berpikir, bermain dan belajar, sehingga kalau tidak makan maka tidak ada tenaga untuk belajar dan bermain di sekolah,” tegasnya.
Dampak luas terhadap pendidikan dan perekonomian negara
Jika gangguan memori kerja ini tidak segera diatasi, maka akan semakin berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.
Anak dengan gangguan memori kerja tidak hanya mengalami kesulitan belajar, tetapi juga kesulitan dalam mencapai potensi maksimalnya dalam bidang sosial dan karir di masa depan.
Ini bukan hanya masalah kesehatan pribadi, tapi juga masalah ekonomi.
Hasil penelitian ini hanyalah sebagian kecil dari permasalahan yang ada, dan jika tidak segera diambil tindakan, kita akan menghadapi generasi dengan gizi buruk, pendidikan buruk, dan hilangnya kesempatan untuk menjalani kehidupan yang berkualitas.
Langkah selanjutnya: Solusi nutrisi dibutuhkan saat ini
Studi dengan partisipasi Drs. Tony Sunjaya, Ph.D. Chianti Raisa dan Dr. Erik Tjoeng menekankan urgensi tindakan tersebut. Pemerintah harus fokus pada program intervensi gizi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Salah satu solusi yang mungkin dilakukan adalah program makan siang di sekolah, asalkan program tersebut dilaksanakan dengan baik dan memastikan bahwa semua siswa mendapat makanan di sekolah.
Setiap anak yang kekurangan gizi merupakan kerugian bagi masa depan negara. Tidak hanya kesehatan individu yang dipertaruhkan, tetapi juga kesehatan ekonomi dan sosial suatu negara di masa depan.
Peningkatan status gizi anak Indonesia harus menjadi prioritas nasional untuk menciptakan generasi masa depan yang sehat, cerdas, dan siap bersaing secara global.