Penganiayaan Brutal Terhadap Siswa SMP Garut: Korban Dipukuli dan Diinjak-injak

Garut, Titik Kumpul – Kasus penyerangan dan perundungan yang menimpa HFM, seorang siswa SMP Negeri 4 Garut, Jawa Barat, menghebohkan banyak orang setelah videonya viral di media sosial. Peristiwa tragis ini terjadi pada Kamis, 15 Agustus 2024, saat HFM yang masih berusia 13 tahun menjadi korban kekerasan yang dilakukan kakak kelasnya dari sekolah lain.

Video yang beredar memperlihatkan HFM dipukuli dengan sangat brutal, bahkan diinjak-injak oleh pelaku yang berusia lebih tua darinya.

Orang tua HFM, yang baru mengetahui kejadian mengerikan tersebut setelah videonya menjadi viral, sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Mereka segera melaporkan kasus tersebut ke Mapolres Garut untuk mencari keadilan bagi anaknya yang terluka, baik fisik maupun mental.

HFM diketahui mengalami luka memar di kepala, wajah, dan berbagai bagian tubuh lainnya akibat penganiayaan tersebut.

Memang, sebelum peristiwa penganiayaan ini terungkap, orang tua HFM sudah curiga dengan kondisi anaknya. Sejak Selasa, HFM kerap mengeluh sakit, namun ia tidak pernah berbicara terbuka tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah.

Artinya, para orang tua tidak segera menyadari bahwa anaknya sedang di-bully. HFM rupanya mendapat ancaman selama beberapa hari sebelum akhirnya menjadi korban kekerasan fisik. Merasa takut dan tertekan, HFM mulai kembali bersekolah.

Ketika video penganiayaan tersebut tersebar dan menjadi viral, terlihat jelas bahwa kekerasan yang dialami HFM tidak hanya sebatas pemukulan saja. Dalam video tersebut terlihat jelas bagaimana HFM diinjak-injak oleh pelaku yang merupakan kakak kelas dari sekolah lain.

Perlakuan tidak manusiawi tersebut menimbulkan simpati dan kemarahan masyarakat luas yang menuntut pelaku segera dihukum.

Hani Hadiyanti, ibunda HFM, mengatakan proses hukum akan tetap berjalan demi keadilan bagi anak-anaknya. Dalam keterangannya pada Senin 19 Agustus 2024, Hani menegaskan keluarganya tidak akan mundur dalam memperjuangkan hak dan keadilan bagi HFM.

“Iya, proses hukumnya masih berjalan,” tegasnya.

Meski proses hukum terus berjalan, Hani tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya terhadap kondisi anak-anaknya di sekolah. Ia merasa prihatin dengan keselamatan HFM, tidak hanya bagi pelaku utama yang kini dalam pengawasan polisi, namun juga bagi teman-teman pelaku yang mungkin masih berada di halaman sekolah. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat betapa traumatisnya pengalaman HFM.

“Saya sangat khawatir dengan masa depan anak-anak di sekolah,” kata Hani penuh kekhawatiran. “Mungkin pelakunya akan terlihat oleh polisi, tapi teman-teman yang lain dan anak-anak saya, saya tidak bisa menjamin keselamatan anak-anak saya.”

Ketidakpastian ini membuat Hani sangat khawatir apakah pihak sekolah mampu memberikan jaminan keselamatan yang memadai bagi anak-anaknya pasca kejadian tersebut.

Lebih lanjut, Hani menyampaikan harapannya keadilan sejati akan ditegakkan dalam kasus ini. Ia tidak hanya memikirkan nasib anaknya, tapi juga nasib anak-anak lain yang mungkin harus menghadapi situasi serupa. Ia sangat berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, khususnya pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Garut, untuk lebih serius dalam menangani kasus bullying di lingkungan sekolah.

“Saya sangat ingin anak saya tetap aman di sekolah agar anak saya tetap semangat bersekolah,” kata Hani penuh harap. “Upaya pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Garut tidak boleh tinggal diam,” imbuhnya seraya menekankan pentingnya tindakan nyata aparat untuk melindungi siswa dari segala bentuk kekerasan dan perundungan.

Untuk saat ini orang tua HFM masih menjalankan proses penyidikan sebagai pelapor di pihak kepolisian. Polisi bergerak cepat dan segera berkoordinasi dengan sekolah terkait untuk menangani masalah ini.

Mengingat pelaku masih di bawah umur, maka polisi harus mengambil langkah khusus dalam menangani kasus ini, termasuk melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memastikan hak semua pihak yang terlibat terlindungi, terutama hak korban dan pelaku. yang masih anak-anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *