BALI: Arbovirus, atau infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus yang menyebar ke manusia melalui gigitan serangga, terus menjadi ancaman secara global. Apalagi penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk, jumlah penderitanya mulai mengkhawatirkan di seluruh dunia. Khususnya, infeksi demam berdarah baru-baru ini meningkat secara signifikan di Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan RI hingga minggu 14 April 2024, terdapat 60.296 kasus DBD di Indonesia dengan 455 kematian. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan minggu ke-17 tahun sebelumnya (2023), yakni 28.579 kasus dengan 209 kematian. Gulir untuk informasi lebih lanjut.
Untuk mengatasi peningkatan penyakit akibat virus, Kementerian Kesehatan Indonesia dan Kementerian Kesehatan Brazil bekerja sama menyelenggarakan International Arbovirus Summit 2024, di GISAID Academy, salah satu area kampus United in Diversity (UID). di Bali.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Ir. Budi Gunadi Sadikin, katanya, kita perlu menyusun strategi untuk mengatasi masalah arbovirus, serta lebih terbuka terhadap kemungkinan pendekatan yang bisa diambil.
“International Arbovirus Summit Indonesia 2024 merupakan implementasi kerja sama internasional untuk membantu negara-negara meningkatkan kesiapsiagaan, pencegahan, dan penanganan arbovirus,” ujarnya dalam acara tersebut.
Setidaknya menurut Menteri Kesehatan Budi, ada lima hal yang perlu kita fokuskan dalam menghadapi penyakit menular seperti arbovirus. Pertama, mengedukasi dan melatih masyarakat tentang cara menghindari penyakit menular.
“Melalui pendidikan dan pemahaman yang cukup, masyarakat kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari untuk mencegah penularan lebih lanjut.” Kedua, yang juga penting adalah pengendalian vektor. Yang ketiga adalah pengawasan/pengawasan yang kuat. Yang keempat adalah vaksin, dan yang kelima adalah ‘therapeutic’ atau obat jika ada yang tertular,” jelasnya.
Dokter Spesialis Anak Universitas Gaya Mada (UGM), Dr. Ida Safitri Laksanawati, SpA(K), mengatakan vaksinasi untuk mencegah demam berdarah bisa menjadi solusi untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif kepada keluarga di Indonesia.
“Vaksin demam berdarah sudah tersedia di Indonesia sejak tahun 2016. Vaksin yang tersedia di Indonesia bisa diberikan pada kelompok usia 6 hingga 45 tahun. Vaksin demam berdarah telah melalui proses penelitian dan pengembangan serta telah dievaluasi oleh otoritas kesehatan terkait, seperti BPOM, dan “Hasilnya menunjukkan profil efikasi dan keamanan yang dapat diterima pada kelompok usia ini,” kata dr Ida.
Berada di tempat yang sama, Dr. Niki Kitikiti, Vaccine Policy, Takeda Pharmaceuticals International, menyoroti komitmen Takeda untuk memerangi demam berdarah dengue (DBD) secara global, sebagai mitra jangka panjang dengan memanfaatkan keahlian dalam pengembangan vaksin dan obat-obatan inovatif.
“Demam berdarah dengue memberikan beban yang signifikan terhadap keluarga, sistem kesehatan, dan perekonomian. Mengingat DBD bisa menular kepada siapa saja, tanpa diskriminasi, maka penanggulangan DBD memerlukan pendekatan terpadu dan kolaborasi lintas sektor yang kuat,” ujarnya.
“Untuk itu, kami sangat senang dapat memberikan kontribusi pada International Arbovirus Summit 2024 dan mendukung pemerintah dalam merumuskan strategi pengendalian penyakit arbovirus, termasuk demam berdarah.” Melalui inisiatif ini, kami berharap dapat membuka jalan bagi kita untuk mencapai tujuan ‘Zero Dengue Deaths by 2030’, jelas Dr Niki.