Malang – Umat Buddha Indonesia sangat berharap rencana pemasangan chattra atau payung di atas Candi Borobudur bisa segera terwujud. Pemasangan chatran diyakini akan semakin memperkuat aspek spiritual dan menjadikan Borobudur sempurna sebagai tempat peribadatan.
Dorongan kuat tersebut diungkapkan sejumlah tokoh dan umat Buddha pada Dialog Borobudur bertajuk “Chattra dalam Perspektif Teologi dan Arkeologi Buddha” di kampus Universitas Negeri Malang pada Sabtu, 25 November 2023.
Seniman lokal dan mancanegara, budayawan, akademisi, serta sejumlah perwakilan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia turut berpartisipasi dalam kegiatan Borobudur Literature and Culture Festival (BWCF).
Bhante Ditthisampanno Thera, salah satu biksu, meyakini bahwa chattra sangat dekat dengan pandangan dan ajaran agama Buddha. Secara harfiah, chattra berarti payung atau tempat berteduh yang merupakan mahkota yang dipasang pada puncak stupa.
Selain sebagai perlindungan, chattra juga dapat memiliki arti sebagai wujud keberanian dan simbol kesucian dalam tahapan spiritualitas.
“Chattra melambangkan kesatuan unsur, sehingga secara spiritual akan membawa penguatan dan pengembangan keimanan bagi umat Buddha,” kata biksu yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Agama Buddha Smaratungga, Boyolali, Jawa Tengah itu.
“Dari sisi spiritual, pemasangan chattra ini jelas akan memberikan kontribusi bagi kesempurnaan Candi Borobudur. Kami para ulama dan biksu sangat mendukung pemasangan kembali chattra tersebut. Tentu saja, kami akan bekerja sama secara sinergis dengan negara lain.” Kami berharap rencana ini berjalan lebih lancar dan diterima semua pihak,” imbuhnya.
Bhante Ditthisampanno Thera menyemangati Borobudur untuk terus berkembang dari aspek kemanfaatan. Tak hanya meningkatkan nilai spiritual, pengembangan candi terbesar di dunia ini juga bisa dilakukan pada aspek lain, khususnya pariwisata dunia.
Upaya tersebut dinilai tidak sulit karena pemerintah juga memiliki kebijakan ke arah yang sama, yakni menjadikan Candi Borobudur sebagai Destinasi Wisata Super Prioritas (DPSP).
Dorongan untuk memasang chat tersebut juga diberikan oleh Stanley Khoo, seorang umat Buddha yang juga editor di Lamrimnesia, penerbit buku-buku tentang ajaran Buddha. Menurut Stanley, chattra memiliki perspektif filosofis yang sangat mendalam tentang spiritualitas.
Ia menilai Candi Borobudur sebagai mandala tidak lepas dari chatran atau unsur luhur payung.
Menurutnya, kehadiran chattra pada stupa bukan sekadar soal simbolisme atau estetika stupa tersebut. Hal ini karena stupa merupakan simbol pencerahan pikiran Sang Buddha. “Chattra tentang menghargai nilai-nilai dalam ajaran Buddha,” ujarnya.
Stanley menyatakan bahwa chattra merupakan perwujudan nyata nilai-nilai Budha. Ia yakin jika chatra bisa dipasang di stupa utama Candi Borobudur, akan memperkuat keimanan umat Buddha. Ia mencontohkan pada panel relief Candi Borobudur III 65 yang memperlihatkan Maitreya sedang mengajarkan Dharma di Tusita.
Dalam satu panel terdapat dua pesan yang sangat kontras karena dalam pengajaran Dharma juga terdapat sisi kegembiraan seperti di surga. Dari Tusita, hal ini menguatkan bahwa penafsiran dunia tidak bisa dibatasi pada satu aspek saja karena Borobudur juga melambangkan sesuatu yang universal.
“Saya memahami bahwa dari segi keilmuan, pemasangan chattra masih memerlukan data pendukung yang baik secara metodologi, dll. Namun sebagai orang seperti saya, pendekatan saintifik ini sudah tidak relevan lagi,” kata dosen Undip tersebut.
Di sisi lain, pengembangan Candi Borobudur juga semakin terbuka, karena dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya, pemanfaatan Borobudur tidak terbatas pada aspek perlindungan atau penelitian. Arkeolog Ismiyono mengatakan pengembangan dan pemanfaatan Borobudur harus diperkuat aspek keilmuan interdisipliner untuk mencapai kesepakatan bersama.
“Jika dilihat dari rekonstruksi candi yang berorientasi pada aspek perlindungan, chattra tidak memiliki data yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk membahasnya dari segi pengembangan dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, pemasangan chatran harus melibatkan pemangku kepentingan,” harap ketua tim restorasi panggung II Candi Borobudur.
Baca artikel edukasi menarik lainnya di link ini.