Perlukah Bekukan Sel Telur Wanita yang Belum Menikah, Demi Bisa Punya Keturunan di Kemudian Hari?

VIVA Lifestyle – Usia menikah perempuan di Indonesia diperkirakan akan menurun. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan, sebelumnya rata-rata perempuan di Indonesia menikah pada usia 19-20 tahun. Saat ini rata-rata perempuan di Indonesia menikah pada usia 22 tahun. 

“Data yang ada mengenai rata-rata lama pernikahan bagi perempuan sudah ada sejak lama. Datanya (perempuan) menikah di BKKBN rata-rata 22 tahun, sedangkan 10-15 tahun lalu rata-rata menikah 20 tahun 19 tahun,” kata Hasto saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 2 Juli. 2024 

“Saat ini menurut BKKBN rata-rata usia perempuan menikah adalah 22 tahun. “Sehingga data di BKKBN dari tahun ke tahun semakin ketinggalan zaman bagi perempuan yang sudah menikah,” lanjutnya.

Hasto yang juga dokter spesialis obstetri dan ginekologi ini mengungkapkan, semakin lama seorang wanita menikah maka dapat mempengaruhi kesuburan sistem reproduksi wanita.

Ia menjelaskan, sel telur diketahui mengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Hal ini berbeda dengan sistem reproduksi pria. Mari kita lanjutkan menelusuri seluruh artikel di bawah ini.

“Kesuburan seorang wanita sebenarnya merupakan waktu terbaik untuk hamil dan melahirkan pada usia 20-35 tahun. “Sekarang banyak perempuan yang menikah setelah usia 30 tahun, padahal secara biologis sel telur perempuan menurun drastis setelah usia 35 tahun,” kata Hasto.

Oleh karena itu, Hasto mengimbau perempuan di Indonesia tidak menunda pernikahan. Karena semakin tua usia Anda, semakin kecil kemungkinan Anda memiliki anak.

Berbeda dengan laki-laki, kalau laki-laki spermanya tidak turun drastis, kalau perempuan 35 tahun turun drastis, umur 38 sudah terjun bebas, umur 40 sudah susah hamil,” lanjutnya.

Lalu bagaimana jika seorang wanita tidak menikah hingga usianya 30 tahun karena belum menemukan belahan jiwanya?

Bagaimana cara mereka menjaga sel telurnya tetap sehat agar begitu mendapat jodoh, bisa dikaruniai anak?

Perlukah wanita lajang membekukan sel telur seperti yang saat ini sedang populer di kalangan selebriti?

Hasto memberikan sederet pendapat. Pertama, ada beberapa implikasi yang harus diwaspadai pasien mengenai pilihan pembekuan telur.

Ia menyatakan, jika seorang wanita belum menikah dan masih perawan ingin membekukan sel telurnya, ia harus rela merobek selaput darahnya untuk melakukan prosedur tersebut.

“Teknisnya agak ribet. Kalau kita mau mengambil sel telur dari perempuan yang masih perawan, yang belum punya suami, harus pecah selaput darahnya, jadi secara teknis ada masalah,” kata Hasto.

“Terkadang orang yang ingin mengambil sel telur secara otomatis harus menjatuhkan pembuluh darahnya, karena kami mengambilnya dengan alat yang masuk ke dalam vagina, lalu kami menusuk indung telur dengan jarum untuk mengambil sel telur tersebut. “Terkadang orang tidak mau. melakukan ini karena misalnya ingin tetap perawan,” ujarnya.

Selain itu, Hasto mengungkapkan penyimpanan telur juga membutuhkan teknologi tinggi. Oleh karena itu, tidak semua institusi medis memiliki teknologi untuk hal tersebut. 

“Selama ini penyelamatan telur dan pemupukan memerlukan teknologi yang tinggi. Itu hanya bisa dilakukan di pusat-pusat bayi tabung yang melakukan hal tersebut. Tidak mungkin di desa, di kota, kalau mau, bisa menyelamatkan telur,” tuturnya. ditambahkan. .

Namun, Hasto mengatakan, kendala utamanya adalah ketika sel telur yang disimpan diambil dan dimasukkan ke dalam rahim wanita berusia 40-an. Hasto mengatakan, hamil pada usia 40 tahun akan berisiko bagi seorang perempuan, sehingga menimbulkan risiko besar bagi kesehatan ibu.

“Masalahnya kalau sekarang mau selamatkan sel telur berarti harus punya bayi tabung. Jika Anda memiliki bayi melalui IVF, sel telur yang Anda simpan saat ini ditempatkan di dalam rahim Anda. “Kalau dia menikah di usia 40 tahun dan mau mendonorkan sel telurnya di usia 30, dia tetap hamil di usia 40, 40,” jelas Hasto.

Hasto mengatakan, orang berusia 40-an sulit hamil karena secara biologis sudah tua sehingga bisa menimbulkan gangguan kesehatan saat hamil.

“Kita menua sejak usia 32 tahun ke atas. Adanya puncak (puncak) kebugaran jasmani dalam arti puncak optimal pertumbuhan organ tubuh adalah pada usia 32 tahun, yaitu puncak kejayaan manusia. Sejak itu 35 sekarang secara biologis 3 tahun, 40 sekarang secara biologis tua,” kata Hasto.

Hasto menambahkan: “Jadi bisa timbul darah tinggi, bisa terjadi diabetes dan kencing manis. Jangan pernah bermimpi ambil sel telur saya di umur 25 dan ambil di umur 40. Kalau hamil di umur 40 juga ada resikonya, kecuali hamil sendiri tapi lewat orang lain, tapi di Indonesia tidak bisa, bisa’ ucapan.

Di sisi lain, Hasto mengungkapkan, tidak ada cara alami untuk menjaga kesehatan sel telur di hari tua. 

“Jadi kalau mau simpan banyak sel telur di usia 35 tahun juga agak sulit. Karena anak perempuan lahir dengan hampir 1,2 juta sel telur di indung telurnya. Setelah menstruasi di usia 12 tahun, sisa sel telurnya 350.000 hingga 400.000 sel telur,” kata Hasto.

“Dia tersesat di tengah jalan. Dan kalau belum tua banyak orang yang terjatuh, batasnya 35, batasnya serius. “38 sel telur ini ada 10 persen dari sisa 350.000, jadi tinggal sedikit, kemungkinan hamil kecil,” jelasnya. 

Untuk itu BKKBN menginformasikan usia kehamilan, kata Hasto.

“Jadi anjurannya hamil pada usia reproduksi yang sehat yaitu 20-35 tahun, jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu sering hamil, dan jangan terlalu hamil.” Keluhan BKKBN,” tegas Hasto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *