Jakarta – Praka RM Cs mengambil jenazah Imam Masyukur di bagasi mobil sebelum dibuang di Purwakarta.
Jakarta – Anggota Paspampres Praka Riswandi Manik dan dua prajurit TNI AD lainnya, bernama Praka Heri Sandi dan Praka Jasmawir, ikut serta dalam penculikan dan pemerasan yang berujung pada tewasnya pemuda asal Aceh, Imam Masyukur, pertama mereka. hari ini di Pengadilan Militer II-08, Jakarta Timur.
Jaksa Militer Kolonel Chk Upen Jaya Supena bersaksi di pengadilan bahwa Imam Masyukur menjadi sasaran kekerasan atau penganiayaan di dalam mobil yang dikendarai ketiga terdakwa.
Berdasarkan fakta kasus, dalam dakwaan yang dibacakan JPU, 3 orang terdakwa atau pelaku melakukan pemukulan terhadap Imam Masyukur, duduk bergantian di kursi tengah dengan tangan diborgol, dan kain penutup kepala menutupi mata korban.
Tak hanya memukul, Imam Masyukur juga dipukul atau dipukul bagian punggungnya dengan kabel listrik. Saat menganiaya korban, terdakwa meminta korban untuk menghubungi keluarga dan meminta uang sebesar 50 juta rupiah jika terdakwa ingin melepaskan mereka.
“Kalau kamu sayang anakmu, kamu kirimkan uang Rp 50 juta. Kalau kamu tidak sayang anakmu, aku akan membunuh dan membuang anakmu.” Chk Upen Jaya Supena di ruang sidang, Senin 30 Oktober 2023.
Ibu korban yang kini hadir sebagai saksi ketiga meminta pelaku melalui teleponnya untuk tidak memukul Imam Masyukur dan berusaha mendapatkan uang sesuai permintaan terdakwa.
“Pak, saya miskin, saya tidak punya uang. Saya ingin mendapat uang dulu, yang utama jangan memukuli anak saya.”
Kemudian pada pukul 21.24 WIB terdakwa saya (Praka RM) memutus sambungan telepon genggam Imam Masyukur dan kembali menganiaya korban serta meminta korban menunjukkan teman lain yang juga menjual obat Tramadol.
Terakhir, Imam Masikur bercerita bahwa dirinya memiliki seorang teman yang juga bekerja sebagai pengedar narkoba di kawasan Kandet, Jakarta Timur.
Beberapa saat kemudian, ketiga terdakwa memutar roda menuju apotek di kawasan Konde dan terus menyerang Imam Masyukuro.
Sesampainya di kawasan Konde Praka, Heri Sandi kembali ke apotek dengan membawa map berwarna biru yang konon berisi surat permintaan untuk mengambil dan menjaga saudara Haidar (Saksi 6), sahabat Imam Masyukur.
Haidar dan Imam Masyukur berasal dari Aceh. Haidar adalah seorang penjual kosmetik di sebuah apotek di Kecamatan Konde, Jakarta Timur.
Tak butuh waktu lama, terdakwa menjemput Haidar dengan mobil sewaan yang dibawanya dari Sempak Putih, Jakarta Pusat.
Di dalam mobil Haydar, mereka mengejeknya dengan cara yang hampir sama, memukulnya dengan tinju dan cambuk, serta memukul punggungnya dengan kabel listrik.
Terdakwa juga mengancam Heyder dan meminta uang tebusan jika tidak ingin mengalami nasib seperti Imam Masyukur yang saat itu tak berdaya di kursi belakang mobil dengan tangan terikat borgol. dia menutupi kepalanya dengan pakaian.
Praka Risvandi berkata, “Dia temanmu di belakang. Kamu ingin seperti dia,” katanya, “Haidar menunjukkan tempat Imam Masyukur.”
Kemudian terdakwa membawa kedua korban ke Tol Yehoravi dan meminta uang dari korban.
Kolonel Upen Jaya Supena dari CHK mengatakan, Imam Masyukur meminta air kepada terdakwa di tol Jagoravi.
Kemudian paman Imam Masyukur berkata: “Saudara, mintalah air” lalu terdakwa ketiga (Praka Jasmavir) memberikan air minum kepada saudara Imam Masyukur. Dia melepas pakaian yang mengikat matanya di lehernya.”
“Dan kemudian terdakwa ketiga mendengar bahwa saudara laki-laki Imam Maskur berkata: saudaraku, jantungku berdebar kencang, tak lama kemudian kue Imam Maskur ditenggelamkan, terdengar suaranya menjerit dan meronta seolah-olah dia kerasukan setan, dan setelah itu a beberapa saat saudara Imam Maaf.
Beberapa saat kemudian, terdakwa ketiga, Praka Jasmawir, meminta Haidar memeriksa kondisi Imam Masyukur. Heyder juga mengatakan, Imam Masyukur sudah tidak hadir lagi.
Jaksa Militer mengatakan: “Kejadian tersebut meminta saksi kedua (Heydar) untuk memeriksa keadaan saudara laki-laki Imam Masyukur dan mengatakan: “Mari kita lihat dulu apakah teman anda bernafas atau tidak.” Kemudian dua orang saksi memeriksa keadaan saudara laki-laki Imam Maskur dan berkata ‘saudara baik’.
Usai mendengarkan keterangan Heyder, terdakwa ketiga (Praka Jasmavir) kembali mengancam Heyder agar segera memenuhi permintaannya dengan membayar sejumlah gaji.
“Mau begini, saya pingsan,” saksi kedua menjawab tidak pak, lalu terdakwa pertama (Prakka RM) berkata saksi kedua ah, seharusnya Anda tahu. Jangan begini,” kata jaksa militer menggemakan pengakuan Praka Riswandi Manik.
Kemudian pada pukul 22.20 WIB, terdakwa panik, terdakwa 1 menyuruh terdakwa 2 memeriksa kembali kondisi saudara Imam Masyukur dan memeriksa denyut nadi Imam Masyukur di lengannya dan tidak ada hasil yaitu denyut nadinya tidak ada.
JPU menjelaskan: “Tersangka ketiga kemudian memegang kaki kanan saudara laki-laki Imam Maskur yang sudah dingin, sehingga terdakwa berasumsi saudara laki-laki Imam Maskur meninggal dunia saat berada di tol Jatiria. mobil.” .
Setelah kendaraan keluar Tol Jatiria, terdakwa membawa jenazah Imam Masyukur ke bagian belakang kendaraan.
Mereka melanjutkan perjalanan mencari tempat pembuangan jenazah Imam Masyukur menuju Jonggol.
Jaksa Militer mengatakan: “Jenazah dibawa ke sayap belakang, mobil dihentikan di K-24 dan dibelikan 4 handuk agar tidak ada bekas yang tertinggal selama pembuangan jenazah.”
Belakangan, lanjut jaksa militer, terdakwa bersedia melanjutkan perjalanan ke Jatilukhur melalui Jonggol melalui jembatan sungai dekat rumah warga.
“Dan empat buah ponsel dan map saya lempar ke luar jendela, serta dompet saksi 2 yang tergeletak di dalam kantong plastik, setelah mobil melaju sekitar 400 meter. Saksi 6 menjatuhkan tas kain berisi 2 kabel listrik palsu, 3 botol bersama saksi. .6 membuangnya ke luar jendela mobil,” jelasnya.
Kemudian, pada pukul 01.00 tanggal 13 Agustus 2023, terdakwa tiba di Jembatan Baung, Purwakarta dan mencari tempat untuk membuang jenazah korban ke sungai di bawah Jembatan Baung, Purwakarta.
“Terdakwa 1 (Praka RM) pegang tangannya, terdakwa 3 (Praka Jasmowir) pegang kakinya, terdakwa 2 (Praka Heri Sandi) pegang tangannya. Saat terdakwa 3 memegang kaki Imam Masyukur, terdakwa 3 kembali masuk ke dalam mobil, terdakwa 1 dan 2 duduk di kursi pengemudi, melemparkan jenazah Imam Masyukur ke sungai Baung Purwakarta, dan membawa jenazah ke tepian sungai. dan menabrak besi dan batu jembatan.”