Paris – Menteri Olahraga Prancis Amelie Oude-Caster mengumumkan bahwa atlet Prancis dilarang mengenakan jilbab atau jilbab selama Olimpiade 2024 yang berlangsung pada 26 Juli hingga 11 Agustus.
“Perwakilan delegasi kami di tim Prancis tidak harus bercadar dan berjilbab,” ujarnya pada September lalu, seperti dikutip Middle East Eye, Kamis 18 Juli 2024.
Amélie berargumen bahwa Prancis adalah negara sekuler dengan pemisahan ketat antara urusan agama dan pemerintahan.
Menyusul pengumuman tersebut, beberapa hari kemudian Komite Olimpiade Internasional (IOC) menegaskan bahwa aturan tersebut tidak berlaku bagi atlet dari negara lain.
Peraturan yang melarang atlet Prancis mengenakan jilbab di Olimpiade 2024 pun menuai kritik tajam di media sosial. Bahkan, banyak yang menyerukan boikot terhadap acara tersebut.
“Sebaiknya kita boikot Olimpiade Paris 2024 karena Menpora baru saja menjelaskan bahwa atlet Prancis tidak boleh berhijab,” komentar netizen di X (Twitter).
Selain itu, aturan ini juga ditekankan oleh sejarawan Perancis Fabrice Richeputi. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari Islamofobia.
“Selamat datang di Olimpiade Islamofobia pertama!” katanya kepada X (Twitter).
Sementara itu, organisasi PBB yang fokus pada hak asasi manusia (OHCHR) menekankan bahwa tidak seorang pun boleh memberi tahu perempuan apa yang boleh atau tidak boleh mereka kenakan.
Mereka juga mengirimkan surat kepada pihak berwenang Perancis pada Oktober lalu, dengan alasan bahwa larangan tersebut melanggar hak-hak perempuan Muslim dalam olahraga.
Mereka khawatir larangan tersebut dapat memicu intoleransi dan diskriminasi terhadap perempuan Muslim di Prancis atau bahkan dunia.
Selain itu, Amnesty International dalam laporannya menyatakan bahwa dari 38 negara Eropa, Prancis menjadi satu-satunya negara yang melarang penggunaan jilbab dalam olahraga. Larangan ini bahkan dimasukkan ke dalam undang-undang nasional.
Dengan larangan ini, menurut mereka, Prancis mencoreng wajah IOC yang secara konsisten mencegah segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan segala bentuk diskriminasi rasial.
Amnesty International menilai Prancis telah melanggar perjanjian Olimpiade yang mengatur bahwa negara tuan rumah harus melindungi dan menghormati hak asasi manusia.
“Larangan topi olahraga di Prancis juga bertentangan dengan aturan berpakaian organisasi olahraga internasional seperti FIFA (Fédération Internationale de Football Association), FIBA (Fédération Internationale de Basketball) dan FIVB (Fédération Internationale de Volleyball),” kata peneliti. Anna Blus. Amnesti Internasional.
Pada tanggal 11 Juni, koalisi organisasi termasuk organisasi hak asasi manusia, Amnesty International, Human Rights Watch, Transparency International dan Basket Pour Toutes mengirimkan surat kepada IOC meminta mereka untuk mencabut larangan tersebut.
Namun, IOC mengatakan larangan tersebut di luar mandatnya. Artinya, aturan tersebut akan berlaku pada Olimpiade Paris 2024.