Jakarta – Kompetisi desain Batik Haji Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Agama menarik perhatian. Antusiasme peserta cukup tinggi, terbukti dengan keikutsertaan sebanyak 422 peserta.
Hal itu diungkapkan Saiful Mujab, Direktur Pelayanan Dalam Negeri Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, saat rapat dewan juri di Kantor Pusat Kementerian Agama, Jakarta, Selasa, 12 September 2023.
Alhamdulillah, total peserta yang mendaftar Lomba Desain Batik Haji Indonesia saat penutupan pendaftaran sudah mencapai 422 orang, kata Saiful dalam laman Kementerian Agama, Rabu, 13 September 2023.
Pendaftaran lomba desain Batik Haji Indonesia dibuka secara online mulai tanggal 25 Agustus hingga 6 September 2023.
Saat ini tawaran tersebut sudah memasuki tahap evaluasi. Lima orang juri yang terlibat, yakni: Eny Retno Yaqut Cholil Qoumas (penasehat perkumpulan Dharma Wanita Kementerian Agama), Yuffie Safitri (pemilik, desainer dan direktur kreatif), Irna Mutiara (perancang busana), Monika Jufry (kreatif Direktur). ). ) dan Komarudin Kudiya (Ketua Umum Gabungan Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia).
“Langkah selanjutnya adalah penilaian juri. Mereka akan melakukan penilaian mulai dari orisinalitas desain, komposisi desain, hingga estetika, termasuk kerumitan proses pembuatannya. Karena selanjutnya batik ini akan dibuat dalam bentuk batik cap produksi UMKM,” kata Saiful.
Pada kesempatan yang sama, Wibowo Prasetyo, Staf Khusus Bidang Agama Menteri Media Komunikasi Publik dan Informatika mengungkapkan, motif batik Indonesia untuk haji sudah digunakan lebih dari 10 tahun.
Kompetisi desain batik ini diselenggarakan tidak hanya untuk mengubah desain, namun juga membawa semangat baru dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
“Gus Men selalu menekankan pentingnya semangat baru dalam penyelenggaraan ibadah haji. Desain batik merupakan salah satu proses dan harus menjadi terobosan besar. Desainnya harus lebih baik dan lebih khas Indonesia,” kata Wibowo.
“Motif batik khas Indonesia haji harus mampu menjadi ciri khas Indonesia dan menjadi identitas jamaahnya. Kalau dilihat dari kejauhan sudah bisa paham kalau itu adalah gereja Indonesia. “Hal ini juga akan memudahkan petugas dalam membantu jamaah yang mengalami kendala di lapangan,” lanjutnya.
Pergantian seragam batik bagi jamaah haji Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang Indonesia saja, namun juga menunjukkan keterlibatan para perajin batik khususnya UKM. Mulai saat ini, proses produksi batik tidak lagi dilakukan dengan cara pencetakan, melainkan dengan cara dicap.
“Perubahan desain batik ini diharapkan dapat mempengaruhi perkembangan perekonomian para perajin batik cap yang sebagian besar merupakan UMKM,” tegasnya.
Kasus serupa dilontarkan Eny Yaqut Cholil Qoumas. Menurutnya, proses penukaran batik menimbulkan tiga tantangan bagi jamaah haji.
Pertama, persaingan harus mampu meningkatkan aktivitas perekonomian UMKM perajin batik Indonesia.
“Batik cap yang disengketakan itu adalah batik cap dan batik cap yang bisa diproduksi. Kami sangat ingin memajukan para perajin batik cap dimanapun berada. “Kami berharap batik cap bisa diproduksi massal,” ujarnya.
Kedua, batik haji yang digunakan 10 tahun terakhir adalah batik cap. “Nah, sekarang kami ingin menunjuk perajin batik dari kalangan UMKM. Nanti perajin juga yang memproduksi,” lanjutnya.
Meski demikian, pemilihan batik cap bukannya tanpa kendala. Menurut Enny, jika dibuat dengan cap, bisa jadi batiknya tidak akan sama persis.
Merupakan tantangan dalam proses manufaktur untuk mempertahankan hasil yang relatif konsisten. Sebab dalam proses produksi batik cap, komposisi warna yang berbeda dapat menghasilkan batik yang berbeda pula.
“Pemantauan terus menerus perlu dilakukan. Proses produksinya harus dipantau agar hasilnya sama,” ujarnya.