Titik Kumpul – Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) periode 2025-2045. Kebijakan ini merupakan salah satu indikator penting perkembangan kebudayaan bangsa, dengan memperkenalkan kebudayaan sebagai pilar utama membangun Indonesia bahagia dan sejahtera.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjenbud Kemendikbudristek), Hilmar Farid, menekankan pentingnya kebijakan tersebut untuk menjawab tantangan dan perkembangan global saat ini.
“RIPK 2025-2045 bukan tentang pelestarian warisan adat, tapi pemanfaatan budaya sebagai pengelolaan kesejahteraan sosial,” ujarnya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (14/10).
Keputusan presiden ini, menurut Hilmar, akan menjawab kebutuhan akan dokumen rencana kebudayaan jangka panjang, yang tidak hanya fokus pada perlindungan warisan budaya, tetapi juga pengembangan budaya untuk memperkuat jati diri bangsa dan kontribusi Indonesia di kancah dunia. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 32 UUD 1945 dan UU 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Dalam RIPK ditetapkan visi utama “Indonesia Bahagia Berbasis Keberagaman Budaya yang Bermuara pada Pendidikan, Perdamaian dan Kemakmuran” yang menekankan kebudayaan sebagai aset nasional yang wajib dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan secara efektif untuk kesejahteraan masyarakat.
“Ide ini sangat penting untuk kebutuhan kita saat ini, dimana interaksi budaya dan pemanfaatan budaya sangat penting bagi merek global,” kata Hilmar Farid.
Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan 2025-2045 mempunyai tujuh tujuan utama, yaitu pertama, wadah keberagaman ekspresi budaya dan pemajuan kerja sama budaya dalam kelompok untuk memperkuat budaya bersama. Kedua, menjaga dan mengembangkan tradisi dan cerita, agar adat istiadat nasional terus diperkaya dengan warisan nenek moyang kita. Berikutnya, ketiga, penggunaan sumber daya budaya untuk meningkatkan posisi India di dunia, terutama melalui cara-cara budaya.
Keempat, menggunakan konsep Pembangunan Kebudayaan sebagai sarana kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata budaya. Kelima, mendorong budaya yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem budaya dalam rangka kelestarian lingkungan. Keenam, mendorong reformasi manajemen dan anggaran untuk mendukung Kebudayaan agar lebih efektif dan efisien. Ketujuh, meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator Pemajuan Kebudayaan, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif.
“Keputusan Presiden RIPK ini menjadi pedoman penting dalam menetapkan kebijakan kebudayaan 20 tahun ke depan,” kata Kepala Dinas Kebudayaan.
Salah satu aspek terpenting dalam RIPK adalah penekanan pada tiga kebijakan utama Pemajuan Kebudayaan, yaitu jaminan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan partisipasi dan inklusi kebudayaannya. Oleh karena itu, memahami pengelolaan Benda Pemajuan Kebudayaan (OPK) dan warisan budaya secara berkelanjutan sebagai landasan peningkatan taraf hidup masyarakat dan pengaruh kebudayaan Indonesia di dunia. Selain mengakui peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan sebagai salah satu faktor pendorong kemajuan kebudayaan.
Setiap pendekatan kebijakan didefinisikan dalam rencana konkrit untuk dilaksanakan secara bertahap, termasuk meningkatkan peluang bagi komunitas budaya, mengembangkan praktik tradisional sejalan dengan praktik modern, dan meningkatkan kualitas layanan dan infrastruktur budaya.
RIPK juga dilaksanakan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemajuan Kebudayaan yang diperbaharui setiap lima tahun sekali. Perubahan dalam implementasi kebijakan ini adalah penggunaan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai tolok ukur keberhasilan. Pada tahun 2023, IPK Indonesia mencapai 57,13 poin, dan ditargetkan meningkat menjadi 68,15 poin pada tahun 2045.
“Indikator ini merupakan indikator penting untuk mengevaluasi kekuatan kebijakan budaya dalam menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dan kami berharap tujuan tersebut dapat tercapai,” jelas Hilmar Farid.
Melalui Perpres 115 Tahun 2024, pemerintah daerah didorong untuk turut serta mengembangkan program kebudayaan sejalan dengan kebijakan nasional. Partisipasi aktif masyarakat dan komunitas budaya menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan RIPK.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan RIPK 2025-2045 dapat mengimplementasikan kebudayaan sebagai motor penggerak pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.