Sejumlah Negara Kaji Kembali Hubungan dengan China dan Beralih ke India untuk Stabilitas

VIVA – Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan besar dalam dinamika global, terutama dalam kemitraan bisnis dan proyek infrastruktur. Di tengah transisi ini, sebuah narasi penting muncul: menurunnya kredibilitas Tiongkok sebagai mitra bisnis. Negara-negara mulai memikirkan kembali hubungan mereka dengan Tiongkok, memilih alternatif yang menawarkan stabilitas dan kepercayaan.

Di antara alternatif-alternatif tersebut, India telah muncul sebagai pesaing yang menjanjikan, menunjukkan kredibilitas dan komitmen untuk mendorong kemitraan yang berkelanjutan, demikian yang dilaporkan Daily Mirror pada Kamis, 21 Maret 2024. Penting untuk dicatat meningkatnya kekhawatiran terhadap kredibilitas Tiongkok sebagaimana dibuktikan dengan pembatalan perjanjian. dan negosiasi, terutama dalam konteks keputusan Sri Lanka baru-baru ini yang memprioritaskan perusahaan India dibandingkan perusahaan Tiongkok.

Pembatalan kontrak dan renegosiasi kontrak dengan perusahaan Tiongkok telah menjadi tema yang berulang dalam negosiasi bisnis global. Tindakan Sri Lanka baru-baru ini yang membatalkan tender energi yang diberikan kepada perusahaan Tiongkok adalah contoh dari tren ini.

Proyek tersebut, yang awalnya dibiayai oleh pinjaman dari Bank Pembangunan Asia, dihentikan dua tahun lalu karena kekhawatiran yang diajukan oleh India tentang campur tangan Tiongkok. Jeda ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran mengenai semakin besarnya pengaruh Tiongkok di negara-negara tetangga, sehingga mendorong Sri Lanka untuk meninjau kembali keterlibatannya.

Pada tanggal 1 Maret, Sri Lanka secara resmi mengakhiri kontrak dengan perusahaan Tiongkok dan menyerahkan pembangunan tiga fasilitas pembangkit listrik tenaga surya dan angin hibrida kepada perusahaan-perusahaan India. Keputusan tersebut, yang didukung oleh hibah pemerintah India sebesar $11 juta, menggarisbawahi upaya Sri Lanka untuk menjadi mitra yang lebih dapat diandalkan.

Pemilihan perusahaan energi terbarukan India yang berbasis di Bengaluru, U-Solar, semakin memperkuat posisi India sebagai sekutu terpercaya di kawasan ini.

Keterlibatan aktif India dalam sektor energi Sri Lanka melampaui perkembangan terkini. Perjanjian ini menandai serangkaian inisiatif strategis yang bertujuan memperkuat hubungan bilateral dan melawan pengaruh Tiongkok yang semakin besar.

Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pada bulan Maret 2022 membuka jalan bagi proyek pembangkit listrik ketiga yang didukung India di Sri Lanka, yang menunjukkan komitmen jangka panjang India terhadap pembangunan regional.

Meningkatnya pengaruh India dalam pengambilan keputusan strategis di Sri Lanka semakin menegaskan pentingnya pengaruh India sebagai mitra yang dapat diandalkan.

Awal tahun ini, larangan satu tahun terhadap “kapal penelitian” Tiongkok memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Sri Lanka diberlakukan karena keberatan India. Tindakan ini tidak hanya menegaskan kembali kesetiaan Sri Lanka kepada India tetapi juga memberikan pukulan besar terhadap ambisi Tiongkok di wilayah tersebut.

Keberhasilan India dalam mengamankan proyek-proyek utama dan mempengaruhi pengambilan kebijakan di Sri Lanka mencerminkan tren yang lebih luas di mana negara-negara semakin mencari alternatif selain keterlibatan Tiongkok. Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), yang pernah dianggap sebagai kekuatan transformatif dalam pembangunan infrastruktur global, kini dirusak oleh kemunduran dan kegagalan.

Pembatalan proyek dan meningkatnya skeptisisme seputar BRI menyoroti risiko inheren yang terkait dengan pendekatan Tiongkok terhadap kemitraan internasional.

Upaya Tiongkok mencapai ambisi geopolitik yang berbahaya melalui kesepakatan bisnis terlihat jelas dalam hubungannya dengan negara-negara seperti Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka. Di Bangladesh, misalnya, investasi Tiongkok pada proyek infrastruktur seperti Jembatan Padma dan Jalan Raya Dhaka-Chittagong telah menimbulkan kekhawatiran mengenai semakin besarnya pengaruh Beijing.

Hal serupa terjadi di Pakistan, Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC) memberikan contoh bagaimana kesepakatan bisnis Tiongkok dimanfaatkan untuk kepentingan strategis, seringkali dengan mengorbankan otonomi dan kedaulatan daerah.

Pengalaman Sri Lanka dengan investasi Tiongkok, khususnya proyek pelabuhan Hambantota, merupakan sebuah kisah peringatan yang mengungkapkan bagaimana diplomasi perangkap utang dapat menjebak negara-negara dalam pengaturan ekonomi yang tidak berkelanjutan dan pada akhirnya melemahkan kemandirian ekonomi dan politik mereka.

Contoh-contoh ini menggarisbawahi sifat interaksi bisnis Tiongkok yang beragam, yang bukan sekadar transaksi ekonomi namun berfungsi sebagai instrumen pemaksaan dan kontrol geopolitik.

Negara-negara di seluruh dunia semakin menyadari bahwa proyek-proyek di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) tidak dapat dilaksanakan dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Awalnya dipandang sebagai kekuatan transformatif dalam pembangunan infrastruktur global, proyek-proyek BRI kini menghadapi pengawasan yang semakin ketat karena kurangnya kelayakan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Banyak negara yang terbebani dengan tingkat utang yang tidak berkelanjutan sebagai akibat dari partisipasi mereka dalam proyek-proyek BRI, sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai kedaulatan dan stabilitas keuangan. Selain itu, dampak lingkungan dari inisiatif BRI, termasuk penggundulan hutan, polusi dan perusakan ekosistem, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerhati lingkungan dan masyarakat lokal.

Akibatnya, semakin banyak negara yang mempertimbangkan kembali partisipasi mereka dalam BRI dan mencari cara alternatif dalam pembangunan infrastruktur yang memprioritaskan kelangsungan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan pemberdayaan regional.

Ketika negara-negara menilai kembali aliansi mereka dan memprioritaskan stabilitas dan transparansi, India muncul sebagai mercusuar yang dapat diandalkan dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian.

Penekanan pada kerja sama bilateral, pembangunan berkelanjutan dan saling menghormati membuat negara-negara mencari mitra yang dapat diandalkan. Peralihan dari Tiongkok ke India tidak hanya berarti penataan kembali strategis, namun juga pengulangan nilai-nilai dan aspirasi bersama untuk masa depan yang lebih baik.

Perubahan dinamika kemitraan bisnis global menunjukkan sebuah tren penting: meningkatnya keraguan terhadap kredibilitas Tiongkok sebagai mitra bisnis. Pembatalan perjanjian tersebut dan munculnya alternatif lain, seperti meningkatnya pengaruh India di sektor energi Sri Lanka, menggarisbawahi meningkatnya ketidakpuasan terhadap strategi keterlibatan internasional Tiongkok. Ketika negara-negara beradaptasi dengan lanskap yang terus berkembang ini, daya tarik India sebagai mitra terpercaya semakin kuat, mengantarkan era baru kerja sama dan pertumbuhan ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *