Sering Alami Penganiayaan, Anak-Anak Cut Intan Nabila Trauma Takut Bertemu Laki-laki

Bogor, VIVA — Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami Cut Intan Nabila bersama suaminya, Armor Toreador berdampak pada anak-anaknya. Akibat menyaksikan dan mengalami pelecehan, anak-anak mereka takut bertemu laki-laki.

“Kemarin anggota kami tiba di TKP sekitar pukul 13.30 WIB. Namun baru bisa masuk pukul 14.00 karena menunggu penyidik ​​dari pihak kepolisian,” kata perwira senior Polres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro , Rabu 14 Agustus 2024.

“Kami melindungi para korban dari cedera. Diketahui dari pengurus rumah tangga, anak-anak korban sangat takut bertemu laki-laki. “Jadi mari kita bersabar, tolong bantu kami menyelesaikan masalah ini dengan baik,” ujarnya.

Dalam hal ini, lanjut Rio, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akan mengurus penyembuhan luka para korban, yakni anak-anak dari Cut Intan Nabila. Kami akan terus menelusuri artikel selengkapnya di bawah ini.

Asisten Deputi Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus Kementerian PPPA Atwirlany Ritonga mengatakan pemerintah juga prihatin dengan masalah ini.

Atwirlany Ritonga mengatakan, “Ini bukan pertama kalinya kekerasan dalam rumah tangga terjadi, dan ini bukan masalah pribadi. Saya kira terserah pada korban untuk angkat bicara atau membicarakannya.”

“Dan saat ini kami bertanggung jawab terhadap anak-anak dari ketiga korban tewas dan mereka yang diduga mengalami kekerasan baik langsung maupun tidak langsung atau sedang mengalami kekerasan,” ujarnya.

Arwirlany menjelaskan, saat kejadian ada dua orang anak yang berada di sebuah ruangan yang mendengar kekerasan yang terjadi, dan satu orang anak langsung hadir di lokasi kejadian, hal yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya.

“Nah, tentu kita harus melakukan asesmen langsung terhadap ketiga anak ini, untuk memeriksa kondisi fisik, mental, sosial dan keluarganya. Bahkan ketiga anak yang menderita saat ini dan secara pribadi – mereka menderita di tempat yang aman,” ujarnya. . Arwirlany.

Selain itu, Kementerian PPPA harus berupaya memberikan pengasuhan yang memadai terhadap ketiga anak tersebut meskipun ibu yang berhak mengasuh ketiga anak tersebut memiliki hak asasi manusia.

Namun tentunya dengan kondisi saat ini, para ibu perlu diperkuat mentalnya saat melakukan perjalanan.

“Dan bagi anak-anak tentunya kita perlu mengukur emosi seseorang apakah mereka juga mengalami trauma dan sebagainya, karena mereka langsung melihat dan merasakan langsung bahwa ibunya mengalami kekerasan,” kata Arwirlany.

Atwirlany mengajak wartawan dan masyarakat untuk tidak mengungkapkan nama atau mengidentifikasi ketiga anak yang dibunuh tersebut. Pasalnya proyek ini berdampak pada masa depan ketiga anaknya.

“Dan kami pasti akan merahasiakan rahasia ini. Tentunya ketiga anak ini akan terus kita dorong dan tentunya akan dilaporkan hasil penelitian sebelumnya, karena ini dilakukan langsung oleh para ahli dari Kementerian PPPA dan disana bersama serta perusahaan patungan PPA Kabupaten Bogor. layanan, “kata Atwirlany.

Akibat pendampingan tersebut, kata Atwirlany, hasil analisis psikologis akan dilaporkan sebagai bukti pendukung bagi polisi untuk membenarkan peristiwa dan cerita para terdakwa.

“Dan tentunya kami juga mendukung upaya kepolisian untuk memastikan situasi ini diselesaikan secara hukum dan jika diperlukan tenaga ahli dalam proses hukumnya, kami siap mewujudkannya,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *