Jakarta – Pasca pemilu 14 Februari 2024, isu kecurangan Pilpres dan Wakil Presiden 2024 menjadi perbincangan hangat.
Salah satu kekhawatiran utama adalah disparitas antara suara C-form dan suara Sirekapa, yang memberikan keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak.
Ulama H.H. Yahya Zainul Maarif alias Buya Yahya melakukan penipuan pada pemilu 2024 dengan melakukan kecurangan suara, sedangkan pelaku berbohong.
Meskipun tujuannya mungkin untuk mendapatkan kandidat terbaik dan paling adil, penggunaan metode yang tidak tepat dianggap salah.
Buya Yahya mengatakan, “Jika berbohong dan berbohong untuk mengganti nomor, maka Allah tidak melindunginya, apalah. Katanya, ‘Orang seperti itu tidak bisa melindungi pemimpin yang sejati, meskipun pemimpinnya benar.'” YouTube di Al Bahjah TV 2-2-2024 Pada Minggu 18 Maret.
Misalkan ada dua calon, satu Firaun dan satu Musa. Ini seperti dua, tapi ada tiga, kan? Kamu bukan lagi milik Allah, padahal kamu salah membela Nabi Musa. Ingat, sebaik apapun tujuannya, seburuk apapun yang dicapai, buruk pula hasilnya, tambah Buya Yahya.
Buya Yahya kemudian membeberkan kemungkinan terjadinya kecurangan dalam proses pemilihan pimpinan. Pendukung pemimpin yang mengabaikan konsep meraih kekuasaan bisa saja melakukan penipuan.
Ada pengikut yang mungkin adalah pemimpin, namun mereka sendiri berbuat salah, dengan niat baik untuk menyebarkan kebaikan, menggunakan metode yang tidak jujur, atau menipu lawan-lawannya.
Analogi ini mirip dengan analogi sebelumnya dimana seseorang yang ingin memperjuangkan kemaslahatan Al-Qur’an mengarang hadis palsu tentang keutamaan membaca Al-Qur’an. Ternyata perbuatannya salah dan salah.
Jadi semuanya mungkin, yang penting kebohongan itu tidak benar, ujarnya.
Menanggapi dugaan kecurangan pemilu 2024, Buya Yahya mengaku tidak bersalah dan mengimbau masyarakat tidak senang dengan kebohongan. Kalau salah, bukan lagi pilihan Tuhan untuk memilih pemimpin.
“Jika Anda berpikir ada kebohongan yang Anda dukung di masa lalu, Anda harus menolak kebohongan tersebut karena itu tidak benar,” imbuhnya.
Buya Yahya mengingatkan kita bahwa kehidupan di bumi hanya sementara. Sejarah orang percaya memang panjang, namun menjadi pemimpin bukanlah akhir. Segala penipuan dan kebohongan pasti akan diselidiki di akhirat dan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Buya Yahya berpesan agar masyarakat tidak berbohong dan bertepuk tangan jika melakukan kesalahan. Jika pemimpin pilihannya kedapatan berbohong, ia harus ditolak. Menghapus pemimpin yang curang dari proses pemilu dilakukan dengan bekerja sama untuk memperbaikinya.
Misalnya, penipuan di media tidak boleh menjadikan kita musuh atau menghina kita. Karena pendukung 01, 02, dan 03 adalah ikhlas menurut ilmunya. Kalau ada pemain yang salah, itu pemain (manusia), kata Buya Yahya.
Buya Yahya berharap setelah pemilu 2024, perjuangan tidak berlangsung lama dan masyarakat tenang karena kalah dari partai demokrasi. Jika penipuan itu nyata, sarannya, mereka yang mampu mendeteksinya harus bekerja lebih keras. Jangan menuduh orang lain melakukan penipuan atau memberikan kesan palsu tentang penipuan.
“Ada kelompok penipu lain yang tidak boleh terjebak dalam penipuan palsu. Ya, dan berbahaya. Kami sendiri yang meningkatkan penipuan tersebut. “Dan tidak mungkin menyalahkan orang lain atas penipuan,” ujarnya.