JAKARTA – Pembicaraan pemerintah mengenai pengiriman dokter asing ke Indonesia mendapat respons negatif di kalangan pakar. Bahkan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Budi Santoso, menolak tegas pembahasan tersebut. Bukan tanpa alasan, Budi menilai kemampuan dokter di Indonesia tidak kalah dengan dokter luar negeri.
Terkait pembahasan mendatangkan dokter asing berkunjung ke Indonesia, Presiden Ikatan Dokter Indonesia (IDI), DR. Dr. Adib Khumaidi, Sp.OT mengatakan. Menurutnya, dokter asing harus diseleksi untuk masuk ke Tanah Air. Gulir untuk melihat informasi lengkap, berangkat sekarang!
“Kita tidak dalam keadaan mengingkari atau apa pun, harus ada upaya seleksi, karena ketika dokternya ada di daerah, maka yang menjadi pasien adalah orang yang ada di daerah itu. Sebab, IDI, sebuah organisasi profesi, mendukung hal tersebut. Pasien. Keselamatan dan kualifikasi dokternya harus diseleksi,” kata Adib saat ditemui media di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Juli 2024.
Kualifikasi dokter asing berkaitan dengan pengetahuan, etika dan hukum. Jadi setiap negara yang ingin mengangkut dokter asing harus mendapat surat kesepahaman dari negara asal dokter tersebut.
“Seperti Dr. Adib yang mau praktek di Malaysia. Oh ada surat kesepahaman dari negaranya, oh di negaranya tidak ada masalah, dia dokter ortopedi, makanya dia datang (dokter asing). Seharusnya jadi begitu, jangan minta maaf nanti. “Dia masuk ke Indonesia tapi dokter asing hanya menjadikan orang Indonesia sebagai pasar pasiennya,” kata Adib.
Oleh karena itu, kata Pak Adib, harus ada seleksi ketat untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Terkait pernyataan Menkes, Bapak Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa tujuan mendatangkan dokter dari luar negeri adalah untuk membantu ribuan anak penderita penyakit jantung sejak lahir.
Pak Budi mengatakan, setidaknya ada 12 ribu anak di Indonesia yang mengalami kelainan jantung bawaan. Namun jumlah dokter di Indonesia yang mampu merawat atau mengobati hanya sekitar 6 ribu orang. Dengan mendatangkan dokter asing diharapkan mampu membantu 6 ribu lebih anak.
Terkait hal ini, Adib punya pendapat tersendiri. Ia mengatakan, dukungan infrastruktur dan dukungan terhadap pemerataan sumber daya manusia di Indonesia menjadi kunci penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Kemampuan dokter di Indonesia ada, tapi infrastruktur pendukungnya belum ada. Perlu dipahami dalam penanganan penyakit jantung bawaan, masih sedikit pusat yang bisa menangani penyakit jantung bawaan. Ini yang perlu didorong dulu, ” dia berkata. kata Adib.
Adib menjelaskan lagi, sebagai organisasi profesi, pihaknya tidak melihat perlunya dokter asing untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu, bagaimana pemerintah dapat mendukung pusat pengobatan jantung yang tidak hanya fokus di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.
“Jadi kita tidak melihat perlunya dokter asing, tapi pusat-pusat itu kita dukung, infrastrukturnya mendukung, sumber daya manusia Indonesia merata, lalu kita gunakan gambar rujukan itu untuk cepat mendeteksi di satu daerah, kita saling membantu, Ini yang kita butuhkan, “kita punya kemampuan dokter, perlu distribusi peralatan, ada pusat di Sumbar, Sumsel, Kalimantan, dibagi dua wilayah agar pengobatannya fokus. Soal rumah sakit jantung, baru sumber daya manusianya,” ujarnya.