Gunungkidul – Jemaah Masjid Aolia, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tiba-tiba menjadi sorotan usai melaksanakan salat Idul Fitri 1445 Hijriah pada Jumat 5 April 2024, di saat sebagian besar umat Islam Indonesia belum. Puasa di bulan Ramadhan.
Usai membenarkan pelaksanaan salat Id, Imam Masjid Awlia KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo yang kerap disapa Mubah Banu mengatakan, perintah 1 Syawal 1445 Hijriah versinya berdasarkan rakaat atau cara menghitung. . tidak
Namun, Mubah Binu mengaku keputusan itu diambil atas dasar dirinya segera memohon kepada Allah. “Saya tidak pakai Hasab (rakyat atau hitung), saya langsung memanggil Allah Tali,” ujarnya kepada awak media, Jumat pekan lalu.
Dalam perbincangan telepon, Mubah Binu mengaku diperintahkan langsung merayakan Idul Fitri pada Jumat 5 April 2024 atau 25 Ramadhan 1445 H.
“Ya Allah kemarin jam 4 sore ya Allah tanggal 29 Syawal kapan?” “Allah itu nomor lima,” kata pria paruh baya itu.
Lalu apa itu Mbah Benu?
Informasi tersebut dihimpun Titik Kumpul dalam makalah berjudul “Mendekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Akidah Pendidikan dalam Sudut Pandang KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017)” karya mahasiswa S2 PAI IAIN Purwokerto Muhammad Ulyan 1972 di.
Mohamad Ulyan, penulis makalah tersebut mengatakan, Mubah Binu merupakan pria kelahiran Sabtu, 28 Desember 1942 di Paklongan, Jawa Tengah, dan besar di Solotiang, Maroon, Porvorejo.
Mubah Banu mendapat pendidikan agama dari ayahnya Qayy Sulah bin KH Abdul Ghani bin Qayy Yunus. Ayahnya merupakan lulusan Pondok Pesantren Lerbio dan kabarnya merupakan santri Mbah Kholil Bangkalan.
Mbah Benu juga menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta. Namun, ia mengundurkan diri sebagai DO pada akhir semester.
Penulis Muhammed Ulyan mengatakan, Mubah Benu memutuskan keluar dari UGM karena tak mau menerima uang dari orang sakit yang menderita dan berduka.
Mbah Benu kemudian menetap di Gunungkidul untuk memikat hati seorang gadis yang bekerja sebagai bidan di Kecamatan Penggang. Dalam karya tersebut diceritakan bahwa gadis tersebut adalah calon istri Mbaha Benu.