Suka Ajak Mabuk hingga Main Perempuan, Pria Ini Langsung Taubat Jadi Mualaf

VIVA – Tan Chong Min adalah seorang mualaf yang pekerjaan utamanya adalah sebagai teknisi pijat dan kupon. Ada cerita menarik di balik masuk Islamnya.

Amin adalah nama panggilannya. Ia mengaku dulu sangat membenci Islam, namun malah berteman dengan Islam. Bagaimana ceritanya, simak dibawah ini untuk selengkapnya. Ajak pria mabuk bermain dengan wanita

Amin adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Dia terkenal karena kebenciannya terhadap Islam. Bahkan, saat adiknya berkencan dengan seorang muslim, dia menentangnya.

“Saya tahu orang-orang paling membenci Islam. “Adikku pacaran dengan muslim pribumi, itu melawanku,” kata Amina seperti dikutip Ngaji Smart pada Rabu, 3 April 2024.

“Saya sebenarnya bertengkar dengan pacar saya,” tambahnya.

Selain itu, ia suka mengajak teman-temannya yang dulunya rajin berdoa untuk tidak pernah berdoa. Amin mengajak teman-temannya mabuk-mabukan dan bermain dengan para wanita.

“Kami ambil orang-orang yang rajin salat agar bisa mabuk-mabukan dan pergi ke diskotik, sehingga mereka keras kepala dan tidak pernah salat,” ujarnya.

Ia menyarankan agar kelima sahabatnya bersikap keras kepala dan berpaling dari ajaran Islam. Namun suatu hari dia ingin bertobat

Dia benar-benar jatuh ke dunia yang gelap. Tapi kemudian dia ingin bertobat. Saat itu dia mempunyai teman yang beragama Islam. Temannya mengatakan, jika ingin bertaubat, ia disuruh pindah agama ke Islam.

Singkat cerita, Amin diajak menginap di rumah temannya di kawasan Sibubur, Jakarta Timur. Saat dia tidur malam itu, dia benar-benar tertidur, atau yang disebut dengan erep-erep. 

Diakuinya ada makhluk besar yang mendekatinya, namun kemudian sosok lain berjubah putih mengusir makhluk itu. Setelah itu dia bangun.

Lalu dia menceritakan hal itu kepada temannya. Pagi harinya dia diajak ke wilayah Tangerang untuk dikenalkan dengan Kyai. Kemudian dia membaca dua kalimat syahadat.

Jalan masuk Islam tidak semulus mualaf lainnya. Ia mengalami diskriminasi dan tidak menemukan guru yang baik untuk belajar agama. Ia pun harus belajar mandiri di pesantren di Tasikmalaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *