JAKARTA, Titik Kumpul – Kanker masih menjadi masalah serius di Indonesia. Direktur Jenderal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Taruna Ikral mengumumkan, angka kematian atau mortalitas akibat penyakit kanker di Indonesia sangat tinggi hingga mencapai 70 persen.
“Data kanker menunjukkan bahwa 25 juta orang meninggal di seluruh dunia setiap tahunnya. Jika Indonesia memiliki 240.000 kematian, maka akan terjadi peningkatan sebesar 420.000 orang per tahun pada tahun 2022. Angka kematiannya 70 persen, kata Ikral saat meresmikan pabrik produksi radioisotop di Jakarta Timur, Selasa, 15 Oktober 2024.
Lebih lanjut Iqrar mengungkapkan, jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat jika tidak dilakukan tindakan efektif. Salah satu langkah yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit kanker adalah penggunaan isotop radioaktif. Isotop radioaktif tidak hanya dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, tetapi juga sebagai alat bantu deteksi dini (tracer) sel kanker dalam tubuh manusia (PETScan).
“Kita tahu ada banyak cara untuk menyembuhkan kanker, termasuk terapi hormon, kemoterapi, dan imunoterapi. “Tetapi semua ini tidak meyakinkan. “Kami berharap isotop radioaktif dengan sifat unik dapat membantu kita mengatasi kanker yang sulit diobati,” lanjut Ikral.
Sementara itu, BPOM juga membeberkan berbagai revolusi partai terkait penerbitan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB bertujuan untuk memastikan bahwa obat-obatan diproduksi secara konsisten, memenuhi persyaratan tertentu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup semua aspek produksi dan pengendalian kualitas.
Oleh karena itu, salah satu komitmen BPOM adalah memberikan dukungan dan bantuan maksimal dalam menyediakan cara pembuatan produk farmasi (CPOB) yang benar. Kami akan membantu Anda dengan CPOB lebih cepat.” Tim kami akan “Kami yakin bahwa kami akan mampu.” “Mudah-mudahan CPOPB akan dirilis pada bulan Desember,” katanya.
Iqrar mengatakan, pihaknya juga akan membantu mempercepat penerbitan nomor izin edar. Hal ini terutama berlaku ketika menyangkut obat-obatan yang memiliki kebutuhan dan kepentingan nasional.
“BPOM juga memberikan nomor izin edar pada setiap produk untuk memastikan keamanan penggunaannya.” “Kami juga memperketat standar keamanan, efektivitas, dan kualitas yang penting. Jadi kepentingan nasional kita bukan untuk mempermudah, tapi bekerja lebih keras untuk menghemat waktu,” jelasnya.
Pledge mengutip contoh bahwa karena adanya standar, diperlukan waktu hingga 300 hari agar obat baru mendapat persetujuan pemasaran. Namun di bawah kepemimpinannya, dia akan mencoba mengurangi jumlah tersebut sebanyak 60 persen.
“Misalnya standar waktu obat baru 300 hari kerja, tapi kita lakukan peracikan dan untuk obat baru hanya 120 hari, bukan 300 hari kerja. Jadi kita bisa mempersingkat waktu 60% “reformasi BPOM yang saya pimpin langsung,” lanjutnya.