Tanggapan Satgas ASI IDAI Terkait Metode Freeze Drying ASI yang Sedang Marak

VIVA – Belakangan ini, praktik membekukan ASI dan mengubahnya menjadi bubuk (beku) menjadi tren di media sosial. Menanggapi hal tersebut, Satgas Menyusui Ikatan Bayi Indonesia (IDAI) menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan risiko penggunaan metode tersebut pada anak.

Pengeringan beku atau pengeringan beku ASI bubuk (juga dikenal sebagai teknik liofilisasi) digunakan untuk memperpanjang umur simpan ASI dari 6 bulan menjadi 3 tahun. Alasan lainnya adalah menghemat ruang penyimpanan dan kenyamanan bagi ibu yang sering bepergian dan ingin tetap menyusui setelah cuti melahirkan. Gulir ke bawah untuk melihat artikel selengkapnya.  Proses pengeringan beku ASI

Pada proses ini, ASI dibekukan pada suhu maksimal -50 derajat C selama 3 hingga 5 jam, setelah itu ASI yang dibekukan diubah menjadi bubuk melalui teknik pengomposan, yaitu konversi langsung dari padatan (solid). menjadi gas. (uap). tanpa melewati fase cair. Normalnya, 1 liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk. Perubahan ASI

Pembekuan ASI yang umumnya dilakukan di rumah dapat menyebabkan perubahan biologis pada komponen utama ASI, seperti pemecahan membran lemak dan perubahan misel kasein, serta penurunan komposisi protein bioaktif. Penyimpanan beku.

Ketua Pokja IDAI ASI, Bapak Dr. Menurut Naomi Estharnita Fauzia Devanto, Sp.A(K), pengaruh pengeringan beku terhadap komponen utama ASI belum diketahui secara pasti. Meski proses ini dapat menjaga struktur molekul susu, namun penggunaan suhu tinggi saat pengeringan dapat mempengaruhi rasa dan kualitas ASI. 

“Tanpa bukti penelitian yang cukup, belum jelas apakah ASI beku merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan anak, antara lain protein, lemak, karbohidrat, termasuk zat aktif untuk kekebalan dan pertumbuhan anak,” kata Dr. Naomi. Polusi dan bahaya kesehatan

Metode pengeringan beku tidak melalui proses pasteurisasi yang bertujuan untuk membunuh bakteri berbahaya. Pasteurisasi dihindari untuk menjaga probiotik penting dalam ASI. Namun, risiko kontaminasi tetap ada, terutama jika mempertimbangkan pertimbangan hukum dan agama saat menambahkan air ke susu formula bayi.

Satgas IDAI ASI juga menyoroti bahwa produksi ASI beku dapat dianggap Radah dari segi hukum Islam. Rada adalah hubungan mahram yang terjadi ketika seorang wanita menyusui anak non kandungnya. Jika ASI bubuk ini kembali larut dalam air dan menyerupai susu asli, efek rada bisa terjadi.

Dr. Naomi ingat, menyusui langsung dari payudara ibu sangat dianjurkan karena memberikan manfaat emosional dan ikatan yang erat antara ibu dan anak. Meskipun ASI beku menghemat ruang dan praktis, ASI ini masih baru dan belum teruji sepenuhnya. Organisasi kesehatan seperti CDC, AAP atau FDA belum mengeluarkan peraturan atau pedoman penggunaannya.

“Menyusui dan memompa ASI bisa melelahkan, dan dapat dimengerti jika para ibu ingin mencari cara termudah agar bayinya bisa menyusui. Menyusui langsung dari payudara ibu sangat dianjurkan untuk memberikan kontak erat antara ibu dan anak, meningkatkan rasa aman dan meningkatkan hubungan orang tua-anak. “Menyusui bukan sekedar menyusui,” jelas Dr. Naomi.

IDAI ASI mengimbau agar tidak sembarangan mempromosikan atau memberikan ASI kering kepada bayi, terutama karena anak dengan kondisi medis tertentu seperti kelahiran prematur atau kelainan imunitas atau penyakit kronis. Proses pengeringan beku menghilangkan zat aktif penting dari ASI dan terdapat risiko kontaminasi bakteri selama penyimpanan.

ASI yang dibekukan memang nyaman, tetapi harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Penting bagi para ibu untuk mendapatkan informasi yang tepat dan lengkap sebelum memutuskan menggunakan metode ini demi kesehatan dan kesejahteraan anaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *