Tantangan Pemilu 2024: Disinformasi, Politik Identitas, dan Teknologi AI

Jakarta, 29 Januari 2024 – Pemilu 2024 akan segera digelar pada 14 Februari. Kami berharap pemilu ini berlangsung demokratis, adil, jujur, dan damai.

Namun untuk itu diperlukan kerja sama dari berbagai pihak baik pemerintah, penyelenggara, peserta, media, dan masyarakat pada umumnya.

Salah satu tantangan yang kita hadapi dalam menyelenggarakan pemilu pada tahun 2024 adalah persoalan informasi yang salah, informasi jahat, dan disinformasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menimbulkan keresahan, kebingungan dan konflik di masyarakat.

Menurut Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kumainfo) Nazar Patria, jumlah disinformasi, disinformasi, dan disinformasi terkait pemilu 2024 sudah berkurang signifikan dibandingkan dua pemilu sebelumnya. Hal ini terlihat dari media sosial, pesan instan, dan grup WhatsApp.

“Pada pemilu kali ini, jumlah disinformasi, disinformasi, dan disinformasi terkait pemilu 2024 berkurang signifikan dibandingkan dua pemilu sebelumnya,” ujarnya seperti dikutip VIVA Tekno di acara FMB9.

Namun, Nezer menyebutkan, salah satu inovasi disinformasi, disinformasi, dan disinformasi tahun ini adalah penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI). AI dapat membuat konten palsu yang sulit dikenali secara sekilas.

“Ini merupakan sesuatu yang baru dalam penipuan tahun ini. Tidak hanya di Indonesia, sejak munculnya kecerdasan buatan generatif, telah digunakan di beberapa negara, tidak hanya dalam pemilu, tetapi juga untuk menyebarkan disinformasi di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan,” ujarnya. dikatakan.

Untuk mengatasi tantangan ini, Kumainfo memperkirakannya enam bulan sebelum pemilu. Kominfo bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk media arus utama di berbagai platform, serta platform media sosial yang merupakan tempat paling rentan untuk menyebarkan disinformasi dan disinformasi.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahio mengungkapkan, kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama semakin meningkat menjelang pemilu 2024. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata kepercayaan masyarakat terhadap media televisi mencapai angka 39 persen.

“Sekarang kondisinya lebih menguntungkan, kepercayaan terhadap arus utama lebih besar. Mereka kembali ke sana. Akhirnya masyarakat memutuskan untuk melihat kebenaran informasi di media arus utama,” ujarnya.

Kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama dapat menjadi salah satu solusi mengatasi tantangan disinformasi pada pemilu 2024. Kami berharap masyarakat lebih kritis dalam menerima informasi dan mengutamakan informasi dari media arus utama yang terverifikasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *