Tawaran Menggiurkan Jadi Menteri, Jusuf Hamka: Saya Kan Ngukur Baju di Badan, Apa Saya Pantas?

JAKARTA – Pengusaha sukses sekaligus dermawan Yusuf Hamka mengungkap alasan mengapa ia lebih memilih fokus pada bisnisnya dibandingkan terjun ke dunia politik atau menjadi pegawai negeri.

Dalam video YouTube yang diunggah di channel The Sumargo, presenter Olivia Allan menanyakan alasan Yusuf Hamka tak mau terjun ke dunia politik atau menjabat PNS.

“Ngomong-ngomong soal pejabat, bukankah Anda hanya ingin menjadi pejabat saja, Pak?”

“Apa itu pejabat? Menteri? Saya sudah jadi pelanggan,” ucapnya bercanda.

Istri Danny Sumargo, Jusuf Hamka, bertanya pada dirinya sendiri dan selalu ingin memastikan: mampukah dan layak menjalankan tugasnya sebagai pejabat? Apakah Anda juga ingin memastikan bahwa Anda dapat melaksanakan tugas Anda dengan percaya diri, integritas, dan adil?

“Aku tidak mau atau tidak, tapi aku mengukur baju yang ada di badanku, apakah aku mampu? Apakah aku layak? Kalau aku punya jabatan, aku bisa dipercaya, jujur, jujur, aku harus mengukur. Kamu bisa’ t, apa gunanya,” katanya.

Meski ditawari beberapa jabatan politik, termasuk menteri dan wakil gubernur, Yusuf Hamka dengan hormat menolaknya. Ia mengaku tak ingin terikat aturan dan birokrasi yang ketat.

“Soal pencalonan, saya sudah beberapa kali (diundang), bahkan saat itu Golkar diminta oleh beberapa menteri, termasuk Ketua Umum Golkar,” ujarnya.

“Dengan segala hormat, ada Pak Erlangga, Menteri Koordinator Perekonomian saat itu, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum, dan ada juga Menteri Perindustrian pada jamuan makan siang tersebut, yang menyampaikan bahwa kelayakan dan popularitasnya sangat tinggi. Seharusnya dia ikut menjadi wakil di Golkar DKI,” ujarnya.

Pria kelahiran 5 Desember 1957 ini mengatakan mengabdi pada negara tidak selalu harus punya jabatan, masyarakat pun bisa.

Ia juga mengatakan salah satu alasannya adalah kekhawatirannya terhadap konflik kepentingan dan potensi korupsi

“Tidak perlu jadi PNS untuk mengabdi, yang biasa bisa mengabdi, pengusaha juga bisa mengabdi. Pertama-tama, saya bisa punya banyak teman, jadi kalau saya PNS, begini, saya harus mengabdi. istirahat.”

“Kalau saya menghibur pakai uang rakyat, mereka bilang saya korup. Kalau saya menghibur orang dan membantu mereka menggunakan uang saya, itu bukan korupsi, itu amal. Kalau saya pakai uang saya, saya tidak pusing, saya tidak butuh. audit, dan tidak perlu penyerahan rekening,” katanya.

Selain itu, salah satu alasan utama Jusuf Hamka tidak menjadi PNS adalah ingin bebas menggunakan uangnya untuk membantu orang lain tanpa terikat aturan dan ketentuan yang rumit. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana.

– Berapa banyak uang yang ada di saku saya, jika saya punya uang negara, lihat kasus pengadilan baru-baru ini di mana penyanyi dangdut dibunuh menggunakan uang negara, haruskah kita melakukannya?

“Kita memberi energi pada semua yang kita gunakan. Alhamdulillah uang saya masih putih, saya tidak mau abu-abu atau hitam. Soalnya membagi uang itu namanya sodakoh.”

“Tapi kalau uang rakyat ada di kantong, itu namanya korupsi. Harus ada program, kalau tidak ada program tidak bisa dilaksanakan.”

Jusuf Hamka juga mengakui gaya kepemimpinannya lebih spontan dan fleksibel, sehingga mungkin tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan birokrasi.

“Kalau tidak ada aturannya, tidak boleh. Misalnya kita memberikan bansos kepada masyarakat, Anda punya keputusan, tapi kalau tidak ada keputusan (tidak bisa). Kalau saya orang yang suka jalan kaki. , kalau saya lihat ada empati langsung saya kasih, kalau ada uang rakyat saya tidak bisa”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *