Depok, Titik Kumpul – Pemecatan tiga guru honorer di SMPN 19 Depok karena terlibat kasus pencabutan nilai dinilai tidak adil. Pasalnya, seorang guru terhormat dijadikan kambing hitam dalam kasus penarikan 51 siswa dari sekolah menengah negeri di Depok.
Kompol Ia menduga hal itu terjadi secara sistematis dan terstruktur.
“Apakah petugas jujur melakukan penipuan harus dibuktikan dulu, kalau dia hanya kambing hitam, itu juga memalukan,” kata Nuroji Depoke, 2024, pada Jumat, 16 Agustus.
Dia menduga kuat bahwa mereka tidak bekerja sendirian. Sejumlah guru di sekolah tersebut mungkin sudah mengetahui hal ini. Dugaan lainnya, kemungkinan yang dilakukan guru honorer itu ada kaitannya dengan kesejahteraan, khususnya penggalangan dana, selain konsekuensi pemecatan jika ternyata. Tapi dia curiga Kepala Sekolah mengetahuinya.
Tapi sedikit banyak direkturnya tahu dan juga bertanggung jawab karena dia mengakuinya, ujarnya.
Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Depok-Bekasi menilai, seorang guru terhormat tidak bisa melakukan tindakan tersebut tanpa sepengetahuan atau sepengetahuan guru lainnya. Jika Anda memberi nilai tambah, atasan atau atasan Anda mungkin sudah mengetahuinya.
“Tanda tangan yang terhormat (stempel yang diberi tanda) tidak mungkin, dan tanda tangan yang terhormat juga tidak untuk diperjualbelikan,” ujarnya.
Menurutnya, sanksi – pemecatan guru yang jujur – merupakan keputusan yang tidak adil. Sanksi pemecatan juga dapat dikenakan kepada guru ASN atau pejabat sekolah karena mengetahui prosedur penurunan peringkat sekolah.
Jadi tidak adil kalau hanya pegawai yang jujur saja yang diberhentikan, direktur sebelumnya sudah mengakuinya dan menerima sanksinya, ujarnya.
Ia juga menduga guru atau pejabat ASN SMPN 19 Depok dilindungi oleh beberapa pihak. Sesuai aturan, seorang ASN bisa diberhentikan tidak dengan hormat karena kesalahan fatal.
“Kalau direkturnya mengakui kenapa harus diberhentikan lagi, ada pihak yang melindunginya. ASN bisa dipecat, namanya bisa dicemarkan, prosesnya bisa sebulan, tutupnya.