Jakarta – Indonesia akan memasuki masa keemasan atau 100 tahun dalam 22 tahun mendatang. Pada tahun tersebut, generasi sekarang bersekolah di bangku SMA dan perguruan tinggi, serta bonus demografi Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang akan menjadi pengambil keputusan strategis di berbagai industri dan tingkat kepemimpinan.
“Indonesia harus bisa memastikan tetap berkualitas untuk dihuni oleh generasi emas di tahun 2045, meski terjadi perubahan iklim. Oleh karena itu, generasi sekarang harus ‘total football’ untuk bergerak mencegah dan beradaptasi terhadap perubahan iklim kolaborasi.” kata ekonom senior Emil Salim, Senin 18 Desember 2023.
Ia juga mengatakan generasi sekarang harus menjaga kelestarian Indonesia pada tahun 2045 dan seterusnya. Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto mengajak seluruh elemen untuk memberikan kontribusi signifikan terhadap komitmen Indonesia dalam melaksanakan program mitigasi dan adaptasi melalui kerja sama dengan pemerintah, dunia usaha, pendidikan, dan komunitas sosial lainnya.
“Semua ini untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar mampu melakukan kegiatan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim yang merupakan tugas besar yang harus diselesaikan,” kata Emil Salim.
Sementara itu, Presiden Yayasan Emil Salim Institute, Amelia Farina Salim menyatakan, fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan semakin memburuknya dan meluasnya kejadian ekstrem akibat pemanasan global.
Perubahan iklim saat ini merupakan fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain itu, fenomena alam seperti gelombang panas, curah hujan berlebihan, kekeringan, dan badai diperkirakan akan semakin meningkat jumlahnya dan menyebar di masa depan.
“Dunia menghadapi tantangan untuk mengurangi keparahan dan risiko perubahan iklim di berbagai sektor,” kata Amelia Farina Salim.
Direktur Utama Emil Salim Institute, E Kurniawan Padma menambahkan, energi berperan sangat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca atau emisi gas rumah kaca sebagai penyebab perubahan iklim.
Laporan Badan Energi Internasional yang diterbitkan pada tahun 2020 menyebutkan bahwa sektor energi menyumbang sekitar 37 GtCO2e terhadap emisi gas rumah kaca global pada tahun 2019. Dari jumlah tersebut, pembakaran bahan bakar menghasilkan 34 GtCO2e, atau 40% dari total emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.
Apalagi ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan wujud dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Oleh karena itu, pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam (SDA) akan menciptakan ketahanan perekonomian melalui ketersediaan energi berkelanjutan. ” dia berkata. ujar Padma.