Titik Kumpul Lifestyle – Setiap kita salat, berpuasa, bahkan berwudhu, kita selalu mengucap niat. Namun, presentasi niat secara verbal mungkin tidak diperlukan.
Sebab, jika merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW, tidak disebutkan secara lisan menyatakan niat. Hal tersebut diungkapkan Ustaz Khalid Basalamah. Gulir untuk mengetahui detail selengkapnya, ayo lakukan!
“Kalau kita kembali ke hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam, maka tidak pernah ada pengucapannya. Tidak pernah ada hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam yang berbunyi ‘nawaitu shauma ghadin, usholli fardos salati adzhuri’, nawaitution hadits ini adalah tidak pernah diucapkan,” ujarnya dalam tayangan YouTube Lentera Islam, Jumat, 21 Juni 2024.
Lebih lanjut Ustaz Khalid mengungkapkan, plot tersebut dikaitkan dengan aliran Syafi’iyah di Makkah. Mereka mengatur maksud lisan agar orang tidak lupa.
Ini dari teman-teman kita yang mengidap mazhab Syafi’iyah di Mesir tepatnya di Al Azhar. Disepakati, katanya niatnya harus iya agar masyarakat tidak lupa dan jelas bahwa dia mengatakannya dengan mulutnya, ” katanya.
Saat menyusun niat tersebut, Ustaz Khalid mengatakan, hal itu sudah diceritakan di kitab. Bahwa niat tersebut merupakan niat pelengkap, bukan niat dasar.
“Maka susunlah niatnya jika ingin salat ‘usholli fardos solati dzuhur, nawaitu shauma ghadin na puasa. niat utama.” katanya.
Menurut Ustaz Khalid Basalamah, ketika seseorang ingin menunaikan salat, puasa hingga wudhu, maka ia tinggal meninggalkannya dalam hati. Bahkan, kata dia, cara ibadah seperti ini lebih diterima dibandingkan yang mengamalkannya secara lisan.
“Niat dasar di dalam hati, jika seseorang mengucapkan dengan bahasa ‘nawaitu shauma ghadin, usholi fardos solati zhuhur’, namun bukan niat di dalam hati maka tidak akan diterima. Namun jika seseorang memiliki niat di dalam hati shalat Zuhur dan lupa mengucapkannya secara lisan, maka doanya diterima karena landasannya adalah hati, ”ujarnya.
Ia menambahkan, niat yang diungkapkan secara lisan di desa merupakan niat pelengkap.
“Ini pendapat Imam Syafiyyah bahwa ada niat lisan, tapi saling melengkapi, tidak mendasar. Kalau mayoritas ulama Imam Ahmad, Imam Manifah mengatakan tidak ada niat kecuali hati,” ujarnya. .
Misalnya saja ketika ayah dan ibu hendak salat Isya. Begitu iqomah kita sudah berdiri di batangnya, bukankah dalam hati kita ingin salat Isya? Apakah tidak boleh salat Maghrib, salat subuh? Seperti halnya ketika kita memperjuangkan makmum, bukankah kita sudah berniat untuk menjadi makmum? Itu doa, tak perlu diucapkan makmuman, imam. Iya yang jelas jadi makmum, jadi imam,” tambah Ustaz Khalid Basalamah.