JAKARTA, Titik Kumpul – Pemimpin, jabatan, dan status kerap digunakan untuk menipu. Penipuan tersebut sepertinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Penipuan tidak muncul begitu saja. Banyak faktor dan alasan mengapa seseorang melakukan perbuatan tersebut, seperti lemahnya iman, ambisi, kurang percaya, dan kebodohan.
Timnas Indonesia baru-baru ini diduga melakukan kecurangan pada laga kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Bahrain di Stadionnas, Kamis malam, 10 Oktober 2024.
Wasit Ahmad Al Kaif yang memimpin pertandingan, banyak mengambil keputusan yang jelas merugikan timnas Indonesia. Setelah itu, apa yang seolah menjadi kemenangan timnas Indonesia pun hancur.
Komentar Ahmed Al Kaif pada laga tersebut langsung menuai kemarahan para pemain Timnas Indonesia, termasuk pelatih Shin Tae-yong.
Ahmed Al Kaf menyebut pelatih Korea Selatan itu aib. Diakuinya, kemarahan para pemain Indonesia wajar saja karena keputusan wasit sangat merugikan.
“Kedua tim menunjukkan performa terbaiknya hingga menit terakhir. Namun, saya harus mengatakan sesuatu yang memalukan tentang keputusan wasit. Shin Tae-yong mengatakan, “Semua keputusan hakim bersifat bias.”
Lalu apa hukum pemalsuan dalam Islam?
Allah SWT benci penipuan, mengutip buku At-Tadzkir yang dibuat oleh tim Genta Hidayat. Setiap orang yang menipu akan diadili pada hari kiamat.
Dalam Al-Quran surat Mutaffifin ayat 1 Allah berfirman bahwa bencana besar akan menimpa orang-orang yang menipu. Ayat tersebut berbunyi: “Wailul lil-muaffiffin (celaka besar bagi para penipu)”.
Tidak hanya itu, dalam Hadits sejarah Islam, Rasulullah SAW menegaskan bahwa menyontek adalah perbuatan yang tidak terpuji dan orang yang berbuat curang bukan termasuk golongannya.
“Barangsiapa yang menipu (menipu) bukan dari kelompokku.” (HR Muslim)
Islam melarang umat Islam melakukan penipuan dalam menerima dan memberi suap. Inilah Rasulullah S.A.W. Disebutkan dalam hadis berikut:
“Allah melaknat orang-orang yang menerima suap dan orang-orang yang menerima suap.” (HR Ibnu Majah)