Waspada! Anak Gemuk Berpotensi Mengidap Penyakit Fatty Liver, Apa Itu?

VIVA Lifestyle – Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji berdampak buruk bagi kesehatan anak.

Pasalnya, masyarakat di Indonesia masih menganut stigma bahwa anak gemuk itu lucu. Sehingga masyarakat tahu bahwa mereka akan terus memberikan makanan yang disukai anaknya, baik sehat maupun tidak. 

Namun, tidak semua lemak cukup dan menyehatkan. Anak yang mengalami obesitas identik dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Padahal obesitas merupakan faktor risiko seseorang menderita diabetes. 

Berbeda cerita dengan pengalaman Adhiramsyah Choesin, kreator konten kesehatan yang juga bertubuh sapi. Kondisi fisik seperti ini menjadi mimpi buruk bagi Adhi. 

Pada usia 18 tahun, Adhiramsyah didiagnosis menderita perlemakan hati ringan, yaitu penyakit di mana hati tertutup lemak. Menurut GoodDoctor, perlemakan hati merupakan masalah kesehatan akibat penumpukan lemak di hati.

Terlalu banyak lemak berpotensi menyebabkan peradangan, kerusakan, bahkan gagal hati. Padahal hati merupakan organ penting yang berperan dalam menyaring nutrisi dan racun dari seluruh makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh. 

Umumnya ada dua jenis perlemakan hati, yaitu penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD) dan penyakit hati berlemak beralkohol (AFLD). NAFLD adalah peningkatan lemak di hati yang terjadi pada seseorang yang tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol. Sedangkan AFLD merupakan penimbunan lemak yang disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol.

Penyebab perlemakan hati bermacam-macam. Mulai dari obesitas, gizi buruk, genetika, penuaan, riwayat hepatitis C, penderita kolesterol dan menderita gangguan tidur (sleep apnea).

Penyakit ini memiliki gejala yang menjadi peringatan bagi orang tua. Gejalanya adalah perut bengkak, pelebaran pembuluh darah di bawah permukaan kulit, payudara anak membesar, telapak tangan merah, serta kulit dan mata menguning.

Untungnya, penyakit tersebut baru terdeteksi saat Adhi masih berusia cukup muda. Jadi dokter hanya meminta Anda untuk menjaga asupan makanan dan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.

Adhiramsyah Choesin kemudian memutuskan untuk mengubah gaya hidupnya dengan berhenti mengonsumsi makanan cepat saji yang disukainya. 

“Jadi saat saya SMA, saya tidak makan junk food, gorengan, atau yang manis-manis selama kurang lebih dua atau tiga tahun hingga kondisi tubuh saya stabil,” jelas bocah yang kini berusia tiga tahun itu. 

Berkaca dari pengalaman buruknya, Adhiramsyah mulai memperhatikan kesehatan putranya sedini mungkin. Karena putranya baru menginjak usia satu tahun, Adhiramsyah tidak memaksanya melakukan ini dan itu. 

Ikuti saja pedoman tumbuh kembang anak dan rajin berkonsultasi dengan dokter untuk menjaga kesehatan anak Anda. 

“Kalau dia agak gede pasti saya kontrol, apalagi kalau agak gemuk, saya akan langsung suruh jaga makanannya agar (anak) tidak mengalami apa yang menjadi tanggungan ayahnya,” kata Dirhamsyah. .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *