Working Memory Kasusnya Meningkat pada Anak, Kenali Sebab dan Solusinya

Jakarta, Titik Kumpul – Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa kesulitan belajar atau melakukan tugas sehari-hari bisa disebabkan oleh masalah memori kerja. Di Indonesia, kasus anak dengan ketidakmampuan belajar dan gangguan perhatian terus meningkat sehingga membuat orang tua dan guru sering kebingungan mencari solusi yang tepat. 

Masalah memori kerja ini mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyimpan dan memproses informasi dalam waktu singkat. Jika tidak segera ditangani, gangguan memori kerja dapat menyebabkan kesulitan dalam pemahaman bacaan, menyelesaikan soal matematika, bahkan mengikuti instruksi yang rumit, yang tentunya dapat mengganggu prestasi akademik anak di sekolah. Hal ini juga menambah beban orang tua dan guru, terutama di lingkungan pendidikan yang semakin kompetitif di Indonesia. Scroll untuk informasi lengkapnya, yuk!

Direktur Eksekutif Fokus Kesehatan Indonesia (FKI), Prof. Ph.D. Ph.D. Nila F Moeloek, Sp.M(K), menjelaskan bahwa memori kerja merupakan sistem kognitif yang memungkinkan kita menyimpan dan memproses informasi dalam jangka pendek. Fungsinya sangat penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam pemecahan masalah, pembelajaran dan pengambilan keputusan. Dengan memahami faktor-faktor yang dapat mengganggu memori kerja, orang tua, guru, dan siswa dapat menemukan cara efektif untuk memperbaikinya.

“Working memory merupakan sistem kognitif yang memungkinkan seseorang menyimpan dan mengolah informasi dalam waktu singkat,” kata Profesor Nila saat konferensi pers di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024. 

Prof. Nila juga mengatakan bahwa memori kerja sangat penting dalam proses pembelajaran, terutama pada keterampilan akademik seperti pemahaman membaca, matematika, dan mengikuti instruksi yang kompleks. Jika memori kerja terganggu, seseorang mungkin mengalami kesulitan belajar dan fokus, serta kesulitan menyimpan dan memproses informasi pada saat yang bersamaan. 

Penyebab Gangguan Memori Kerja pada Anak Dalam penelitian FKI diketahui bahwa gangguan memori kerja dapat terjadi pada anak sekolah dasar di bawah usia 12 tahun. Prof. Nila melanjutkan, working memory hanya menimbulkan kekhawatiran sementara yang dipengaruhi oleh kondisi tubuh, karena anak tidak mengonsumsi makanan. 

“Kerja memori disebabkan oleh kurangnya karbohidrat dan oksigen ke otak, kurangnya makanan seimbang seperti telur atau susu yang bisa dijadikan pilihan sarapan. Anak-anak dengan anemia juga dua kali lebih mungkin mengalami gangguan memori kerja. Kondisi fisik anak bertubuh pendek (short stature) juga dikatakan mengalami malnutrisi kronis dan anemia defisiensi besi serta terjadi pada anak di bawah usia 12 tahun, jelasnya.

Kondisi fisik terganggu akibat kurangnya asupan makanan

Salah satu penyebab gangguan memori kerja sementara adalah kondisi fisik yang kurang optimal, terutama akibat kurangnya asupan makanan. Ketika tubuh kekurangan nutrisi, terutama pada anak-anak, kemampuan otak untuk berkonsentrasi dan memproses informasi menjadi berkurang.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang datang ke sekolah tanpa sarapan pagi cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang memerlukan konsentrasi penuh dan daya ingat yang baik.

“Pola makan yang tidak memadai, terutama karbohidrat, mempengaruhi kemampuan otak dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi kognitif secara optimal,” ujarnya.

Memori kerja juga berkaitan erat dengan fungsi kognitif dan eksekutif anak, termasuk kemampuannya dalam merespons pertanyaan dan jawaban dengan cepat. Keterampilan eksekutif ini mencakup proses mental yang membantu anak merencanakan, mengatur, dan menyelesaikan tugas sehari-hari. Ketika fungsi ini terganggu, terutama pada usia sekolah dasar, anak mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran, menjawab pertanyaan, dan memproses informasi pada saat yang bersamaan. 

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan memori kerja seringkali memiliki masalah dalam melakukan tugas-tugas akademik yang lebih kompleks.

Kebutuhan otak akan karbohidrat dan oksigen

Memori kerja sangat dipengaruhi oleh pasokan karbohidrat dan oksigen ke otak. Karbohidrat berperan sebagai sumber energi utama bagi otak, sedangkan oksigen dibutuhkan untuk menjaga fungsi sel otak tetap optimal. Anak-anak yang tidak mendapat gizi yang cukup sering kali mengalami penurunan prestasi akademik dan kesulitan dalam mengolah informasi.

“Kurangnya asupan karbohidrat dan oksigen juga dapat menyebabkan kerusakan pada memori jangka pendek yang merupakan bagian penting dari memori kerja. Oleh karena itu, memastikan terpenuhinya kebutuhan nutrisi otak merupakan langkah penting agar memori kerja dapat berfungsi dengan baik, jelas Prof. Sungai Nil.

Sensitif terhadap anak di bawah usia 12 tahun

Anak-anak di bawah usia 12 tahun merupakan kelompok yang paling rentan mengalami gangguan memori kerja. Pada usia ini, otak mereka masih dalam masa perkembangan dan berbagai faktor seperti kekurangan gizi, kurang tidur atau stres dapat menyebabkan gangguan kognitif. 

Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perkembangan otak anak pada usia ini sangat dipengaruhi oleh pola makan yang sehat, aktivitas fisik, dan lingkungan yang mendukung pembelajaran.

Gangguan memori kerja pada anak memerlukan intervensi segera untuk mencegah dampak jangka panjang, seperti kesulitan belajar dan menurunnya prestasi akademik. Dukungan pemerintah melalui program intervensi dini di bidang pendidikan dan kesehatan sangatlah penting. 

Dengan memahami penyebab-penyebab tersebut, maka dapat dilakukan upaya preventif dan solusi untuk membantu anak-anak Indonesia mencapai potensi maksimalnya secara akademis dan kognitif.

Bagaimana cara meningkatkan memori kerja? 

“Memori kerja dapat ditingkatkan dengan memberikan karbohidrat dan oksigen ke otak, serta nutrisi yang cukup,” kata Prof.

“Untuk itu, penting bagi anak untuk mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi yang mendukung fungsi otak. “Salah satu cara untuk meningkatkan kerja memori adalah dengan memberikan asupan nutrisi seimbang yang dapat meningkatkan fungsi otak,” pungkas Profesor Nila Moeloek.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *