JAKARTA – Rukun Ibadah Haji merupakan serangkaian amalan yang wajib dilakukan selama menunaikan ibadah haji dan tidak bisa digantikan dengan amalan lain, sekalipun dilakukan oleh wanita. Jika tiang ini roboh, maka hajinya tidak sah. Rukun haji adalah ihram (niat), wukuf arefa, tawaf ifada, sai, mencukur (tahalul) dan ketertiban.
Mengutip buku Manasik Haji terbitan Kementerian Agama, Petugas Media Center Kementerian Agama Vidhi Dwinanda mengatakan, syarat, rukun, dan kewajiban haji sangat penting bagi seorang muslim yang menunaikan ibadah haji.
“Jama’i harus memiliki pemahaman yang baik tentang syarat, dasar-dasar dan kewajiban haji agar dapat menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan syariah,” kata Widi dalam keterangan resmi kementerian di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa. , 11 Juni 2024.
“Seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat-syarat Islam, mencapai balig (usia tua), aqil (akal), merdeka (bukan budak) dan istitaa (mampu),” lanjut Widi.
Istitaa, jelasnya, adalah orang yang mampu menunaikan ibadah haji ditinjau dari keamanan jasmani, rohani, dan ekonomi. Secara fisik, jamaah haji harus dalam keadaan sehat, kuat dan bugar untuk menunaikan ibadah haji. Dari aspek spiritual, jamaah haji mengetahui dan memahami makna ibadah haji, kemudian memiliki akal sehat dan kesiapan psikologis untuk menunaikan ibadah haji dengan perjalanan jauh.
“Secara ekonomi, jamaah mampu membayar biaya ibadah haji (Bipih) yang ditentukan pemerintah dan berasal dari usaha atau kekayaan halal,” jelasnya.
“Biaya haji yang dibayarkan tidak berasal dari satu-satunya sumber penghidupan, jika sumber penghidupan itu dijual maka merugikan dia dan keluarganya, dan itu berarti biaya hidup keluarga yang tersisa,” imbuhnya. . .
Sementara dari segi keamanan, jelas Widi, aman untuk melakukan perjalanan dan menunaikan ibadah haji. Aman bagi keluarga dan harta benda, serta tidak terganggu tugas dan tanggung jawabnya, seperti mendapat kesempatan atau izin berangkat haji, termasuk mendapat kuota tahun berjalan, atau tidak ada batasan.
“Walaupun wajib haji merupakan serangkaian tata cara yang wajib dilakukan selama menunaikan ibadah haji, namun jika salah satu dari tata cara tersebut tidak dilaksanakan maka haji tetap sah namun harus membayar cek,” ujarnya.
Haji yang wajib adalah Ihram, yaitu niat menunaikan haji dari Miqat, Mabit ke Muzdalif, Mabit ke Mina, meninggalkan Jumrah Ula, Wust dan Aqaba, serta Tawaf al-Wed (bagi yang hendak meninggalkan Mekkah).
“Jika seseorang dengan sengaja meninggalkan salah satu praktik ini tanpa pembenaran syariah, maka dia melakukan dosa,” katanya.
Widi mengatakan, mulai hari ini, 11 Juni 2024, bus Shalawat berhenti melayani jamaah. Pemberhentian darurat Bus Shalawat ini akan berlangsung empat hari sebelum dimulainya puncak haji di Arafa. Menurut dia, terhentinya bus salat tersebut terjadi karena adanya penutupan jalur yang biasa digunakan akibat padatnya lalu lintas menjelang jam sibuk haji.
“Penangguhan ini juga mendorong jamaah untuk fokus mempersiapkan puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina),” ujarnya.
Untuk mengantisipasi puncak haji, kata Widdy, jemaah haji hendaknya menjadikan persiapan puncak haji sebagai prioritas utama. Layanan mungkin diadakan di hotel dan perjalanan ke luar hotel mungkin dibatasi.
“Manfaatkan waktu menyongsong puncak haji dengan memperbanyak jumlah salat, bernyanyi, mempelajari tata cara haji, menjaga kebugaran, makan teratur dan tepat waktu, serta istirahat yang cukup,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Senin 10 Juni 2024 pukul 21.00 Waktu Saudi (WS) atau Selasa 11 Juni 2024 pukul 01.00 WIB. Jumlah jamaah haji yang tiba di Tanah Suci sebanyak 214.212 orang yang terbagi dalam 547 kloter terbang.
“Jumlah jamaah wafat kali ini sebanyak 87 orang dengan rincian 6 orang meninggal di embarkasi, 17 orang meninggal di Madinah, 61 orang meninggal di Makkah, dan 3 orang di kota. Seluruh korban meninggal akan dimakamkan,” tutupnya.