JAKARTA – Hasil survei terbaru yang dilakukan Koalisi Perlindungan Kesehatan Sendi (KOPMAS) terhadap 1.301 responden menunjukkan banyak ibu yang melaporkan kesulitan dalam memberikan ASI saja. Penyebabnya adalah ibu harus terpisah dari anaknya karena pekerjaan dan ibu rumah tangga tidak mempunyai support system yang baik selama menyusui.
Survei yang dilakukan terhadap ibu-ibu di Jabuditabek ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi ibu menyusui. Akibatnya, 39% ibu gagal memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Scroll ke bawah untuk informasi lengkapnya, yuk!
Secara khusus, 27% pemberian ASI eksklusif berhenti saat bayi berusia 1 bulan, dan 44% berhenti pada usia 5 bulan. Sisanya sebesar 28,5% berhenti menyusui terutama pada usia 2-4 bulan.
Sekretaris Jenderal KOPMAS Yuli Supreti menjelaskan, ketika ASI untuk anak habis, ibu memberikan makanan atau susu sebagai pengganti susu. Ibu yang mempunyai masalah ASI sebanyak 85,7% memberikan bayinya susu formula, 7% ibu memberikan gula manis, 4,4% ibu memberikan UHT, 1,6% ibu memberikan air teh/air gula/air kanji. Sisanya sebesar 1,3% ibu memberikan susu murni kepada anaknya.
“Dari hasil survei ini perlu diketahui bahwa ternyata ibu-ibu yang mempunyai kendala dalam memberikan ASI kepada anaknya masih merupakan pihak yang memberikan makanan yang salah kepada anaknya.” Hal ini terlihat dari jenisnya susu seperti susu kental manis, UHT, dan susu murni,” jelas Yuli dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Selasa, 19 Maret 2024.
Selain hambatan terkait pemberian ASI eksklusif, survei juga menyoroti pilihan makanan yang diberikan kepada ibu selama masa MPASI. Yuli menjelaskan, selain komponen telur, ikan, sayur dan buah yang diberikan kepada anak selama MPASI, pihaknya juga menemukan 8,1% ibu memasukkan susu murni ke dalam MPASI anaknya, ditambah gula susu 6%, UHT 2,2% dan 2,8%. % air gula.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dr Triya Astika Anda Parmatasari mengatakan, hasil survei yang dilakukan KOPMAS memperkuat survei sebelumnya tentang kegagalan ibu menyusui. Hasil survei tersebut semakin terbukti menjadi peringatan bagi semua pihak termasuk pemerintah bahwa masih banyak calon generasi mendatang yang belum mendapatkan asupan gizi yang baik sejak kecil.
“Persentase pemberian air manis, UHT, susu murni, dan air gula mungkin terlihat kecil, namun dampaknya terhadap kesehatan anak di masa depan sangat besar. “Jika tidak dikaji akan menjadi beban masyarakat dan negara di kemudian hari,” jelasnya.
Sementara itu, dokter anak dr. Agnes Tri Harzingerm Sp. A yang turut hadir saat itu menjelaskan tentang gizi yang baik untuk anak, khususnya anak di bawah satu tahun.
“Untuk bayi usia 0 hingga 6 bulan, kalau bukan ASI, maka susu formula,” tegasnya.
Ia menekankan, ASI merupakan satu-satunya makanan yang boleh diberikan kepada anak berusia antara 0 hingga 6 bulan. Namun banyak kondisi yang membuat ibu kesulitan memberikan ASI kepada bayinya, sehingga ibu harus mengganti ASI dengan susu formula.
“Kita tidak boleh memaksakan pemberian ASI eksklusif, meski keadaan tidak memungkinkan. Hal ini sebenarnya berbahaya bagi anak-anak. “Yang harus difokuskan adalah memastikan kebutuhan nutrisi bayi dan anak terpenuhi,” jelas dokter spesialis anak tersebut.